“berkarya di tanah yang berbatu-batu”
Oleh: Prasasti Perangin-angin
Visi pelayanan mahasiswa adalah visi yang sangat strategis. Mahasiswa yang adalah calon pemimpin bangsa di impikan akan menjadi pembaharu dan pengubah bangsa ini. Melihat keterpurukan bangsa di berbagai aspek pelayanan mahasiswa di harapkan bisa hadir sebagai pemain yang akan memainkan satu permainan yang berbeda dengan orang lain. Permainan yang akan membicarakan nilai-nilai Kristiani. Seorang serjana yang akan memberikan angin segar di dalam berbagai segi dikehidupan di tengah bangsa yang serasa tidak akan pernah “segar” ini.
Dalam rangka visi pelayanan mahasiswa yakni menjadi agent of changes, hal yang pertama harus kita sadari adalah bahwa kita sedang berada di dalam satu sistem. Sistem pendidikan Indonesia masih berkutat pada masalah-masalah yang tidak akan kunjung selesai. Mulai dari belum ada komitmen penuh bangsa ini, menjawab krisis dengan pengembangan bidang pendidikan sampai kepada bobroknya birokrasi pendidikan adalah “atmosfer” yang setiap hari harus kita hirup. Bangsa ini sepertinya belum bisa menerima bahwa krisis multi dimensi yang dihadapi akan teratasi dengan memajukan pendidikan. Sehingga dapat kita lihat dari anggaran yang ditetapkan untuk bidang pendidikan masih jauh di bawah dari anggaran di bidang yang lain.
Begitu juga praktika pendidikan itu sendiri, tidak berpihak kepada apa itu sebenarnya mendidik. Ini akan terlihat jelas dengan kebijakan dan pandangan mereka tentang pendidikan. Kadang, pendidikan dianggap sebagai bagian dari kapitalisme sehingga pendidikan menjadi barang yang sangat mahal dan berpotensial untuk dijual. Dan bahkan, praktika pendidikan di bottom up juga mulai kehilangan nurani untuk menjadi Tut Wuri Handayani, sehingga mereka tega-teganya mengajari praktek mencuri seperti yang terjadi waktu UN tahun 2007.
Sebagai mahasiswa gejala yang sudah berlumut ini harus kita sadari. Jika kita melihat situasi kampus, maka kita akan melihat paham kapitalisme yang berkembang biak dengan bebas. Kenapa “berkembang biak” karena mahasiswa yang kritis itu sudah bisu dan tidak bisa lagi menanggapi dengan akal yang sedikit sehat . Mahasiswa di ajak untuk mengatakan engge akan setiap kebijakan yang dibuat oleh pelaku pendidikan, meskipun itu sangat tidak berpihak kepada mahasiswa itu sendiri. Sampai kepada Dosen yang sudah “pikun” untuk mentransfer ilmu yang pernah ia dapatkan sewaktu kuliah S1-S3 dulu. Sehingga apa yang terjadi dosen hanya bisa memberikan diktat dan sedikit berbicara dan itu pun keseringan tidak ada bobotnya. Belum lagi, kalau kita pergi keperpustakaan maka kita akan mencium bau apek karena buku-buku yang ada disitu adalah buku tahun 70-an yang mulai berwarana coklat. Alias hampir busuk. Dan sampai kepada ruang praktikum yang adalah bukan ruang praktikum, karena tidak ada bahan yang mau di praktikan. ini adalah bagian dari poteret pendidikan di mana kita sedang dibentuk.
Jika pelayanan mahasiswa serius di dalam rangka pencapaian visinya maka pelayanan itu harus sadar akan kondisi di atas. Kalau boleh saya mewakilinya, maka kita sedang berada di “tanah yang berbatu-batu”. tanah yang tidak mendukung untuk menghasilakan sesuatu hal yang baik. Sehingga kita harus bertanya: bagaimana bisa menghasilkan padi yang menguning di tengah “tanah yang berbatu-batu”. Bagaimana kita bisa berkarya bagi bangsa ini di tengah sistem yang sedang membuat kita semakin bodoh itu.
Pengembangan diri dari dalam keluar. Apa yang bisa kita optimalkan? Jawabanya adalah diri kita sendiri. Faktor dari dalam diri inilah yang harus kita kembangkan untuk menghadapi sistem itu. Kita tidak bisa hanya berkata, apa boleh buat kita kuliah dan menjadi sarjana pengumpul diktat (Spd). Tetapi kita harus tetap menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang akan mengubahkan bangsa ini. Ada tiga hal yang harus kita kembangkan. Yang pertama adalah mengenai visi, yang kedua motivasi dan terakhir adalah kompetensi.
Visi berhubungan dengan pertanyaan tentang apa yang menjadi tujuan kita? jika setiap mahasiswa ditanyakan apa yang menjadi tujuannya untuk kuliah, jangan-jangan kita kuliah hanya karena setelah tamat SMA ya kuliah. Atau petanyaan yang lain adalah kita mau menjadi orang yang bagaimana? Atau akhirnya kita harus bertanya apa yang menjadi tujuan hidup kita?
Pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan yang seharusnya harus di miliki oleh setiap mahasiswa. Jika hal ini tidak pernah menjadi pertanyaan kita, maka kita akan menjadi seorang mahasiswa yang kuliah ya kuliah. Tetapi, kita harus seorang mahasiswa yang memiliki sebuah impian yang ingin ia capai. Karena kita menyakini bahwa sesuatu hal yang di kerjakan jika di gerakan oleh sebuah tujuan/visi itu akan menjadi bahan bakar yang siap mengantar kita untuk mencapainya. Dan jika kita sudah punya bahan bakar, maka bagaimanapun kondisi pendidikan di kampus akan di kalahkan oleh “jiwa” itu.
Di dalam melihat visi, kita harus memahami bahwa bagaimanpun kerasnya sebuah batu akan pecah jika terus di jatuh oleh air hujan pada tempat yang sama. Atau sebuah pisau yang tumpul akan menjadi tajam jika terus di asah. Sehingga kita pasti setuju apa yang di utarakan oleh bung Karno, yakni gantungkanlah cita-citamu setinggi langit.
Hal yang kedua adalah Motivasi. Sebenarnya, ketika kita memutuskan untuk melakukan sesuatu hal dengan serius atau dengan tidak serius apa yang memotivasi kita. Atau jika kita sedang berada di bawah sebuah tekanan, apa yang mendorong kita untuk keluar dari tekanan itu? Pertanyaan ini adalah pertanyan mendasar bagi kita sebagai seorang mahasiswa. Dalam rangka mencapai apa yang kita rindukan di dalam visi, apa yang mendorong kita melakukannya. Jika kita melakukannya hanya untuk menjawab sebuah ketakutan (fear) maka kita sedang berkutat pada sebuah perencanaan hidup di dalam jangka yang pendek. Karena kalau ketakutan itu akan terjawab maka kita mungkin akan berhenti pada bagian itu. Atau jika hal yang mendorong kita hanyalah untuk mendapatkan sebuah upah (reward), maka kita juga akan melakukan di dalam jangka yang pendek dan hanya sebatas untuk mendapatkan hal itu. Tetapi jika kita mencapai visi adalah di dasari oleh sebuah pilihan, maka kita akan mengerjakan hal itu secara terus menerus dan itu akan menjadi sebuah panggilan dan pilihan hidup kita. berkarya bagi Tuhan.
Bagian yang ketiga yang harus kita miliki adalah sebuah kompetensi. Apa yang kita rindukan di dalam visi akan menjadi sebuah mimpi semata jika kita tidak pernah memperlengkapi diri untuk mencapai itu. Sering sekali seorang mahasiswa sudah terpola oleh sistem pendidikan kita bahwa jika kita kuliah di jurusan pendidikan maka sepertinya harus bekerja sebagai seorang guru. Tetapi jika kita pahami filosopi pendidikan di peguruan tinggi, maka kita akan melihat bahwa seorang mahasiswa di bentuk menghadapi berbagai bentuk profesi. Karena kemampuan dasar yang menjadi modal yang sangat penting pada umumnya di miliki oleh setiap jurusan. Yakni mencakup, kemampuan bahasa inggris, kekampuan komunikasi, kemampuan managemen, kemampuan statistika dan kemampuan mengoperasikan computer. kelima kemampuan dasar ini haruslah dimiliki seorang mahasiswa. Di samping pengusan kemampuan teori ilmu, analaisi, dan riset tenatang spesifikasi ilmu yang kita geluti.
Selain itu sebagai seorang mahasiswa kita juga harus memiliki kemampuan technical skill yakni bagaimana memimpin rapat, mempersentasikan, negoisasi dan kemapuan technical lainya. Begitu juga bagaimana habit, emosional skill dan interpersonal skill. Jika kita memiliki kompetenis itu maka yaknikan bahaw kita sedang berada pada satu statmen : menjadi seorang mahasiswa yang akan siap ditampung, bersaing, beradaptasi, dan memanfatkan peluang kapan dan dimana saja.
Ketiga bagian ini adalah hal yang harus kita optimalkan untuk menghadapi sistem pendidikan yang tidak mendidik itu. Untuk menghadapi tantangan dunia ini, akan menjadi retorika belaka jika kita tidak pernah serius untuk mencari alternative di tengah setatus guo. Bagaimana kita akan berkata, garam dan terang bagi dunia ini jika kita sendiri pun terlarut di dalam dunia ini. Jika sebagian besar mahasiswa tidak lagi bisa memahami dan bahkan tidak memiliki tujuan untuk itu, tentunya kita sebagai orang yang mengenal Tuhan di tuntut untuk memiliki hal itu. Hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Daniel adalah teladan yang bijak kita ikuti. Ditengah dunia orang kafir ia bisa menunjukan satu hidup yang taat kepada Allah dengan tidak mau menajiskan diri dengan makanan raja. Tetapi di samping itu, Daniel juga menjadi teladan di dalam ia menjalani study di negeri itu. Dan satu hal yang harus kita pahami dalam hal ini adalah bahwa itu semua adalah pekerjaan Allah Israel di dalam hidup Daniel. Daniel 1:20 Tiap kali raja mengemukakan persoalan yang memerlukan penerangan dan pertimbangan, ia melihat bahwa nasihat dan tanggapan keempat pemuda itu sepuluh kali lebih baik daripada nasihat dan tanggapan semua peramal serta ahli jampi di seluruh kerajaannya. Bukan kah Allah yang sama akan menyatakan kedaulatanNya di Republik ini?
Bagian kita Allah menjalankan apa yang menjadi bagian kita. Sebagai seorang mahasiswa kita seharusnya bisa merefleksikan ketiga hal yang tadi, untuk berpacu di tengah sistem itu. Kita harus rajin belajar demi maksud Allah bagi dunia ini. Semakin kita menyatakan mencintai Yesus, tentunya semakin kita juga menyatakan bahwa kita harus belajar dan mempertanggungjawabkan studi kita. Sehingga pada akhirnya apa yang di obsesikan pelayanan mahasiswa terwujud melalui setiap kita. God With Us (penulis adalah alumni geografi’01 UNIMED, bekerja sebagai Staf di perkantas Medan, aktif di kelompok diskusu campus concern dan Perhimpunan Suka menulis (perkamen) htpp://prasastipoenya.blogspot.com/. kritik dan saran sasti_nangins@Yahoo.com)
Selasa, 18 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar