Minggu, 31 Januari 2010

Valentine Day

Cinta Yakub dan Rahel: Keindahan sebuah cinta.
Oleh: Prasasti Perangin-angin
Cinta mereka dimulai dari titah sang Ayah si Ishak. Janganlah mengambil istri keturunan kanaan, bersiaplah pergilah ke Padang-Aram (Kej 28:2). Di Aram Yakub akan menjumpai Laban pamannya. Menjumpai tulang Laban bagi orang batak, atau menjumpai mama Laban kalau orang karo. Anaknya Laban adalah pariban (batak) atau impal (karo) yang memang bisanya akan dijodohkan di dalam budaya batak atau karo. Ishak mengharapkan Yakub akan mengambil anak tulangnya Laban menjadi istrinya. Kita mungkin bertanya, kira-kira apa yang ada di dalam pikiran Yakub akan perintah itu. Kalau zaman sekarang dijodoh-jodohkan seperti ini sedikit kurang diminati di dalam kehidupan teman hidup anak pelayanan. Secara tertulis tidak ada dikatakan di dalam teks, tetapi yang pasti Yakub tanpa komentar mengikuti dan tunduk terhadap perintah ayahnya. Tetapi catatan penting bagi kita adalah titah itu dibarengi dengan doa. Sebelum Yakub berangkat Ishak memberkatinya, moga-moga Allah Yang Mahakuasa memberkati engkau (Kej 28:3). Ada berkat yang mengiringi langkah Yakub memulai perjalanannya menemukan teman hidupnya itu.
Ternyata buah dari doa dan ketundukan kepada keinginan sang ayah, memperjumpakan Yakub dengan sang pujaan hatinya. Yakni paribannya Rahel. Mereka bertemu di sebuah sumur di padang tempat para gembala akan memberi minum kawanan domba mereka. Karena mamanya Laban tidak memiliki anak laki-laki jadi impalnya Rahel yang harus mengembalakan ternak peliharaan mereka. Sehingga siang itu Rahel sebagaimana gembala yang lain mendatangi sumur itu.
Hal yang menarik untuk ditelusuri dari pertemuan itu adalah ada rindu di antara mereka. Bisa kita gambarkan Yakub begitu sibuk bertanya-tanya tentang paribannya itu kepada para gembala yang sedang menunggu di sumur itu. Perhatikan ketika pertama kali para gembala menujukan Impalnya Rahel, ia pun menciumnya dan memeluknya sambil menangis. Secara tradisi hal ini memang lazim dilakukan di kalangan orang Yahudi. Tetapi meskipun demikian menurut saya ada perasaan cinta saat pertama mereka bertemu. Karena di dalam bayangan Yakub seperti apakah gerangan anak tulangnya itu, yang akan menjadi isterinya sesuai dengan perintah ayahnya Ishak. Sehingga Yakub pun seperti tidak sadar diri sehingga ia melanggar kebiasaan para gembala itu. Yakub seperti ingin menampilkan tindakan-tindakan kepahlawanan meskipun itu melanggar adat kebiasaan (ayat 2-3 bd 10).
Setelah sebulan Yakub tinggal di rumah pamannya Laban, benih-benih cinta itu semakin tumbuh di dalam diri mereka. Kej 29: 18, dimulai dengan kalimat Yakub telah jatuh cinta kepada Rahel. Mulai dari padangan pertama di sumur sampai dengan sebulan tinggal di rumah Laban cinta itu semakin membara di dalam diri Yakub. Sehingga ketika Laban menawarkan upah kepada Yakub, dengan tegas ia berkata berikan Rahel menjadi istriku. Laban mengikat kontrak dengan Yakub, tujuh tahun lamanya ia akan bekerja menjadi gembala kawanan ternak Laban dan setelah itu Rahel akan menjadi miliki Yakub.
Hal yang sangat menarik dari perjalanan cinta itu adalah cinta Yakub kepada Rahel membuat mengubah segala akal sehat. Barangkali sama seperti yang dialami anak muda zaman sekarang kalau lagi jatuh cinta. Hujan badai akan kulewati, pagi ingat kamu, malam ingat kamu setiap saat ingat kamu, bahkan sampai tai kucingpun bisa terasa coklat. Katanya. Bagi Yakub tujuh tahun terasa beberapa hari, cinta yang sangat mengagungkan menurut saya. Secara hitung-hitungan matematika tujuh tahun bukanlah waktu yang pendek apalagi selama itu juga harus menantikan bisa memiliki sang pujan hati, tetapi cinta itu mengubah logika itu. Tetapi ternyata tujuh tahun itu tidak berarti apa-apa bagi Yakub demi sang kekasihnya Rahel. Terkadang saya berpikir jikalau saya harus menunggu tujuh tahun untuk bisa memiliki pacar saya sekarang apakah saya sanggup untuk menantinya. Tetapi bagi Yakub, cinta itu tidak selamanya sesuai dengan logika. Tujuh Tahun tidak terasa lama karena cinta.
Tentunya kita bertanya siapa Rahel sehingga Yakub begitu tergila-gila kepadanya. Pada Kej 29: 17 dikatakan Rahel bertubuh molek dan berwajah cantik (BIS). Setiap laki-laki barangkali bisa membayangkan bagaimana cantiknya Rahel ini. Sehingga bisa kita pahami betapa Yakub takut kehilangan wanita secantik Rahel. Sehingga wajarlah benih cinta itu semakin dalam tumbuh di dalam dirinya.
Sekarang bagaimana cerita cinta Yakub dan Rahel ini bisa menjadi gambaran bagi kita di bulan yang penuh cinta ini. Yakni Valentine day. Terlepas dari bagaimana sejarah dan kebiasaan tentang bulan februari menjadi bulan penuh cinta atau Valentine day ini, tetapi tidak ada salahnya jika di bulan yang penuh cinta ini kita juga merenungkan tentang cinta. Apa yang bisa kita renungkan melalui cerita ini?
Ternyata cerita cinta mereka dibungkus di dalam penyertaan Tuhan. Prikop percintaan ini akan menuntun kepada terwujudnya 12 keterunan Yakub yang akan menjadi umat Tuhan yang disebut Israel. Terlepas dari Yakub berpariban dengan Rahel, tetapi benih cinta itu timbul karena janji Tuhan akan memelihara kehidupan Yakub. Doa sang Ayah Ishak bahwa kiranya Allah yang menyertai setiap hal yang engkau lakukan adalah pembungkus cinta mereka. Tuhan yang memberkati cinta mereka. Sehingga bisa kita katakan cinta itu adalah anugerah. Cinta itu adalah pemberian Tuhan semata. Jadi mari hargai dan nikmati apa yang Tuhan berikan itu.
Bagi kita yang sudah memiliki pasangan hidup, mari di bulan yang penuh cinta ini kita mensyukuri akan anugrah yang telah Tuhan berikan itu. Sehingga cintalah pasangan kita dengan penuh kasih sayang. Bahkan sampai kepada menembus logika. Tujuh tahun terasa beberapa hari. Melalui cerita ini cinta itu semakin besar dari hari ke hari, cinta itu semakin dalam. Dan syukurilah bahwa Allah sudah menujukan cinta itu di dalam hidup kita.
Bagi kita yang belum menemukan ‘pariban’ kita yakinlah Tuhan akan menganugrahkanya juga kepada kita. Mintalah kepadanya sumber dari segala sumber maka Ia yang memiliki cinta itu sendirilah yang akan menganugrakan cinta itu kepada kita.
Ada orang mengatakan saat yang terindah adalah ketika kita menemukan cinta. Cinta itu begitu indah sehingga semua orang merindukanya, semua orang menginginkanya, semua orang ingin menikmatinya, dan semua orang ingin memilikinya. Cinta itu begitu manis sehingga dia senantiasa dinantikan. Barangkali di hari kasih sayang kita belum menemukan cinta sejati kita karena karena memang cinta tak dapat dipaksakan. Cinta itu akan muncul dengan sendirinya kalau memang sudah tiba waktu baginya untuk masuk ke dalam hati seseorang. Dan apabila ia sudah masuk maka tidak ada seorangpun yang dapat menyembunyikannya. Happy Valentine Day.

opini

Opini:
Tahun 2010: Masihkah sulit mengurus kartu keluarga?
Oleh: Prasasti Perangin-angin, S.Pd

Sulitnya mengurus kartu keluarga di Medan Marelan. Adalah keluhan Andreas, SP penduduk Greenland Blok A-8 Medan Marelan di surat pembaca Harian Analisa (7-1-2010). Ini adalah gambaran bagaimana rendahnya mutu pelayanan publik yang dirasakan rakyat hidup di negara ini. Kita sudah 64 Tahun merdeka untuk mengurus kartu keluarga saja sangat sulit. Apakah ini yang kita dapatkan dari tahun ke tahun hidup di negara ini?
Kasus ini terkadang membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwa, ketika berurusan dengan instansi pemerintah maka kita akan menjumpai sebuah kesemerautan dan urusan yang harus berbelit-belit. Semua kita mungkin pernah mendengar dan mengalami. Kalau ada uang urusan itu akan diselesaikan dengan ‘selogan’ kalau bisa dipermudah ngapain dipersulit. Tetapi kalau tidak ada uang urusan itu akan dikatakan kalau bisa dipersulit ngapain dipermudah. Ini merupakan rahasia umum, semua kita yang pernah berurusan dengan kantor lurah, kantor polisi dan kantor instansi pemerintahan lainnya. Dan barangkali kita sendiri pernah merasakan seperti yang dirasakan Andreas, SP bertapa sulitnya berhadapan dengan pegawai negeri di negara ini.
Ada pengalaman teman saya ketika dia mengurus surat pindah dari satu kelurahan ke kelurahan yang lain di Kota Medan. Sebagai seorang warga negara yang baik dia berkata saya tidak akan mau membayar diluar prosedur yang sudah ditetapkan. Sehingga ketika mulai mengurus surat keterangan pindah itu, dia harus beberapa kali datang ke kantor kelurahan tersebut. Satu alasan pegawai di kantor tersebut surat tersebut belum selesai, karena belum ditandatangani oleh lurah. Kalau kita pikir-pikir bisa juga dalam beberapa minggu Pak Lurah tersebut tidak hadir sehingga tidak bisa menandatangani surat pindah itu. Setelah ketiga kalinya dia mendatangi kantor lurah tersebut akhirnya pegawai tersebut berkata hari ini akan selesai. Ternyata dia melihat pegawai tersebut mengerjakan surat itu pada hari itu juga, berarti selama ini tidak dikerjakan. Setelah selesai surat dan langsung ditandatangani lurah, pegawai tersebut dengan wajah cemberut meminta uang administrasi. Tetapi berapa pun bisa, ujarnya. Loh uang administrasi kok berapapun bisa? Ini uang administrasi atau uang apa ini, pikirnya.
Pengalaman lainnya setiap kita barangkali pernah merasakanya. Kita tahu bahwa mengurus KTP untuk Kota Medan itu gratis, tetapi jika kita jujur itu barangkali hanyalah sebatas selogan semata bahwa mengurus kartu kita tanda penduduk warga negara Indonesia itu gratis. Realitanya kita lihat sendiri. Begitu banyak kutipan yang harus kita keluarkan untuk mengurus kartu tersebut. Padahal seharusnya di kantor tersebutlah kita mendapatkan pelayanan masyarakat, karena itu adalah instansi yang dibentuk oleh negara. Ironisnya lagi begitu kita masuk ke wilayah kantor itu kita akan melihat tulisan kami ‘siap melayani anda’.
Sehingga seharusnyalah kita bertanya melayani seperti apa itu. Semua pegawai negeri Sipil itu dikatakan adalah pelayanan masyarakat. Jika kita dikatakan melayani dan pelayan masyarakat kenapa jika kita berhubungan dengan mereka tenaga atau fasilitas yang diberikan kepada kita itu seperti seorang pegawai perusahan nenek moyangnya. Sebagai rakyat kita sepertinya tidak berhak terhadap pelayanan yang seharusnya kita terima, sehingga kita harus membayar jasa dan fasilitas yang kita dapatkan. Perhatikan bukankah tugas mengetik surat tanda kita warga negara dan membuatnya adalah hak kita sebagai warga. Tetapi kenapa harus bayar biaya administrasi yang tidak jelas itu. Barang kali mereka berpikir itu bukanlah menjadi hak kita. Padahal jika kita telusuri sebenaranya tinta ketikan itu, tenaga mereka menuliskanya atau tenaga mereka menfotocopynya adalah uang rakyat yang diberikan melalui negara. Dan itulah tugas yang diberikan oleh negara kepada mereka. Jelas dinyatakan berdasarkan tugas hukum kepegawaian bahwa kedudukan pegawai negeri yaitu sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelengaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.
Dari tahun ke tahun keluhan-keluhan seperti ini akan terus bermunculan. Tanpa adanya kesadaran dari pegawai itu sendiri tentang apa yang menjadi tugas dasar dia sebagai pegawai yang dibayar oleh negara ini. Sadarlah bahwa segala fasilitas dan tenaga anda itu sudah dibayar oleh rakyat melalui negara ini. Jadi pertanggungjawabkanlah itu dengan melayani warga dengan baik, dengan menjadi pelayan yang menganggap bahwa yang dilayani itu adalah berhak menerimanya. Sehingga terciptalah pelayanan yang melayani kepada masayarakat. Dan pada akhirnya nanti tahap demi tahap citra pegawai negeri sipili dan instansinya itu akan membaik melalui pelayanan yang melayani itu. Di samping itu rakyat kecil akan sangat merasakan apa artinya hidup di negara ini. Mulai dari pengurusan kartu keluagara, surat miskin, pendidikan gratis, subsidi yang tepat guna, atau pelayanan yang lainnya. Tetapi apakah arti hidup bernegara itu akan kita alami tahun 2010 ini? mari kita berharap bersama. (Penulis bekerja di Perkantas Medan, aktifis Campus Concren, dan aktif di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen) Medan)(diterbitkan di Harian Analisa)

opini

Opini:
Tahun 2010: Masihkah sulit mengurus kartu keluarga?
Oleh: Prasasti Perangin-angin, S.Pd

Sulitnya mengurus kartu keluarga di Medan Marelan. Adalah keluhan Andreas, SP penduduk Greenland Blok A-8 Medan Marelan di surat pembaca Harian Analisa (7-1-2010). Ini adalah gambaran bagaimana rendahnya mutu pelayanan publik yang dirasakan rakyat hidup di negara ini. Kita sudah 64 Tahun merdeka untuk mengurus kartu keluarga saja sangat sulit. Apakah ini yang kita dapatkan dari tahun ke tahun hidup di negara ini?
Kasus ini terkadang membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwa, ketika berurusan dengan instansi pemerintah maka kita akan menjumpai sebuah kesemerautan dan urusan yang harus berbelit-belit. Semua kita mungkin pernah mendengar dan mengalami. Kalau ada uang urusan itu akan diselesaikan dengan ‘selogan’ kalau bisa dipermudah ngapain dipersulit. Tetapi kalau tidak ada uang urusan itu akan dikatakan kalau bisa dipersulit ngapain dipermudah. Ini merupakan rahasia umum, semua kita yang pernah berurusan dengan kantor lurah, kantor polisi dan kantor instansi pemerintahan lainnya. Dan barangkali kita sendiri pernah merasakan seperti yang dirasakan Andreas, SP bertapa sulitnya berhadapan dengan pegawai negeri di negara ini.
Ada pengalaman teman saya ketika dia mengurus surat pindah dari satu kelurahan ke kelurahan yang lain di Kota Medan. Sebagai seorang warga negara yang baik dia berkata saya tidak akan mau membayar diluar prosedur yang sudah ditetapkan. Sehingga ketika mulai mengurus surat keterangan pindah itu, dia harus beberapa kali datang ke kantor kelurahan tersebut. Satu alasan pegawai di kantor tersebut surat tersebut belum selesai, karena belum ditandatangani oleh lurah. Kalau kita pikir-pikir bisa juga dalam beberapa minggu Pak Lurah tersebut tidak hadir sehingga tidak bisa menandatangani surat pindah itu. Setelah ketiga kalinya dia mendatangi kantor lurah tersebut akhirnya pegawai tersebut berkata hari ini akan selesai. Ternyata dia melihat pegawai tersebut mengerjakan surat itu pada hari itu juga, berarti selama ini tidak dikerjakan. Setelah selesai surat dan langsung ditandatangani lurah, pegawai tersebut dengan wajah cemberut meminta uang administrasi. Tetapi berapa pun bisa, ujarnya. Loh uang administrasi kok berapapun bisa? Ini uang administrasi atau uang apa ini, pikirnya.
Pengalaman lainnya setiap kita barangkali pernah merasakanya. Kita tahu bahwa mengurus KTP untuk Kota Medan itu gratis, tetapi jika kita jujur itu barangkali hanyalah sebatas selogan semata bahwa mengurus kartu kita tanda penduduk warga negara Indonesia itu gratis. Realitanya kita lihat sendiri. Begitu banyak kutipan yang harus kita keluarkan untuk mengurus kartu tersebut. Padahal seharusnya di kantor tersebutlah kita mendapatkan pelayanan masyarakat, karena itu adalah instansi yang dibentuk oleh negara. Ironisnya lagi begitu kita masuk ke wilayah kantor itu kita akan melihat tulisan kami ‘siap melayani anda’.
Sehingga seharusnyalah kita bertanya melayani seperti apa itu. Semua pegawai negeri Sipil itu dikatakan adalah pelayanan masyarakat. Jika kita dikatakan melayani dan pelayan masyarakat kenapa jika kita berhubungan dengan mereka tenaga atau fasilitas yang diberikan kepada kita itu seperti seorang pegawai perusahan nenek moyangnya. Sebagai rakyat kita sepertinya tidak berhak terhadap pelayanan yang seharusnya kita terima, sehingga kita harus membayar jasa dan fasilitas yang kita dapatkan. Perhatikan bukankah tugas mengetik surat tanda kita warga negara dan membuatnya adalah hak kita sebagai warga. Tetapi kenapa harus bayar biaya administrasi yang tidak jelas itu. Barang kali mereka berpikir itu bukanlah menjadi hak kita. Padahal jika kita telusuri sebenaranya tinta ketikan itu, tenaga mereka menuliskanya atau tenaga mereka menfotocopynya adalah uang rakyat yang diberikan melalui negara. Dan itulah tugas yang diberikan oleh negara kepada mereka. Jelas dinyatakan berdasarkan tugas hukum kepegawaian bahwa kedudukan pegawai negeri yaitu sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelengaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.
Dari tahun ke tahun keluhan-keluhan seperti ini akan terus bermunculan. Tanpa adanya kesadaran dari pegawai itu sendiri tentang apa yang menjadi tugas dasar dia sebagai pegawai yang dibayar oleh negara ini. Sadarlah bahwa segala fasilitas dan tenaga anda itu sudah dibayar oleh rakyat melalui negara ini. Jadi pertanggungjawabkanlah itu dengan melayani warga dengan baik, dengan menjadi pelayan yang menganggap bahwa yang dilayani itu adalah berhak menerimanya. Sehingga terciptalah pelayanan yang melayani kepada masayarakat. Dan pada akhirnya nanti tahap demi tahap citra pegawai negeri sipili dan instansinya itu akan membaik melalui pelayanan yang melayani itu. Di samping itu rakyat kecil akan sangat merasakan apa artinya hidup di negara ini. Mulai dari pengurusan kartu keluagara, surat miskin, pendidikan gratis, subsidi yang tepat guna, atau pelayanan yang lainnya. Tetapi apakah arti hidup bernegara itu akan kita alami tahun 2010 ini? mari kita berharap bersama. (Penulis bekerja di Perkantas Medan, aktifis Campus Concren, dan aktif di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen) Medan)(diterbitkan di Harian Analisa)

Opini

Opini:
Mengapa Berlomba Menjadi Walikota Medan?
(Pergulatan Antara Realita dan Harapan)
Oleh: Prasasti Perangin-angin, S.Pd

“Di mana ada gula, disitu ada semut.” Ini adalah realita. “Berdua lebih baik daripada sendiri.” Ini adalah harapan.
Bursa pemilihan Walikota Medan ramai. Sampai batas waktu yang ditetapkan KPU Medan (17 Januari) sudah ada 6 bakal calon Walikota Medan yang akan diverifikasi administrasi dan faktual oleh KPU Medan dari jalur independen. Sudah ada 482.987 fotocopy dukungan yang diberikan kepada 6 balon tersebut. Jumlah tersebut adalah sekitar 80% dari jumlah pemilih pada Pilkada Medan. Angka yang menakjubkan bukan.
Orang-orang yang masuk di bursa pencalonan bervariasi. Mulai dari mantan gubernur Sumatera Utara Rudolf Pardede/Afifuddin mantan Pj Walikota Medan ikut sampai kepada praktisi pendidikan Bahdin Nur Tanjung ikut meramaikan bursa pencalonan. Perhatikan nama-nama ini: Prof. M. Arif Nasution/Sukirmanto, Bahdin Nur Tanjung/Kasim Siyo, dr. Sjahril R Anas/H. Yahya Sumardi, Joko Susilo/Amir Mirza Hutagalung, dan Indra/Delyuzar, dari jalur independen. Belum lagi dari jalur Parpol Sigit Purnomo Asri (PKS), Rajamin Sirait, mantan Walikota medan Maulana Pohan, Datuk Khairil Anwar Surbakti/Aja Syahrizal Mansur (koalisi 23 Parpol), Rahudman Harahap, dr. Sofyan Tan, dan Tenang Malem Tarigan berencana ikut dalam pertarungan ini. Nama-nama ini semua sudah cukup dikenal di kancah politik Sumatera Utara dan memiliki popularitas yang cukup signifikan sehingga sulit kita tentukan siapa yang akan terpilih menjadi orang nomor satu di kota Medan ini.
Banyaknya nama yang bertarung di dalam pencalonan ini, menimbulkan pergulatan antara realita dan harapan. Pergulatan ini muncul dari interpretasi mengapa begitu banyak orang ini menjadi Walikota Medan.
Semua mereka dengan yakin dan teguh mengusung visi membangun kota Medan menjadi kota metropolitan yang maju. Kota Medan yang damai dengan pluralismenya. Kota Medan yang siap bersaing dengan kota yang lain. Tidak perlu saya sebutkan satu persatu, semuanya berada di areal membangun kota Medan lebih maju. Perbedaannya hanyalah ditonjolkan bagian-bagian tertentu yang membuat mereka sedikit berbeda dengan bakal calon lain. Kalau bisa saya katakan perbedaannya hanya seputar pencitraan diri yang bisa “dijual” dari para bakal calon.
Semua calon berlomba menonjolkan citra diri yang baik. Saya jujur, bersih, bersahabat dengan semua orang, adil, berpengalaman, pejuang ini dan pejuang itu, dimikian dituturkan mereka. Ini memang sangat berkaitan bahwa keberhasilan akan sangat dipengaruhi oleh popularitas calon di mata warga Medan. Siapa yang berhasil menunjukkan citra yang baik, maka sepertinya akan berhasil menduduki posisi orang nomor satu di kota Medan. Jadi yang diperlombakan adalah popularitas bukan karya. Sehingga patutlah kita bertanya apakah benar adanya demikian? Mereka terpanggil untuk membawa Medan menjadi kota yang maju atau kah sebaliknya?
Pertanyaan ini tentunya beralasan melihat realita yang ada. Awal tahun ini semua Pemda (pemerintahan daerah) harus menerima realita sekitar 90% Pemda di Indonesia tidak beres. Pernyataan Dr. Ali Masyukur Musa M.Si, M.Hum bahwa Pemda tidak becus mengurus keuangan dan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Ditolaknya laporan tersebut setelah diaudit oleh BPK (badan pemeriksa keuangan) mengindikasikan penyelewengan atau korupsi merajalela di tubuh “kerajaan kecil” di tingkat Pemda. Setidaknya itu menjadi gambaran terbukanya tabir yang lebar untuk menikmati uang negara di tubuh Pemda.
Pernyataan ini tentunya menjadi catatan penting bagi setiap bakal calon. Setuju atau tidak pernyataan itu mengindikasikan bobroknya pemerintahan kita di dalam pengelolaan keuangan yang sangat dekat dengan penyelewengan atau korupsi. Salah satu musuh utama bangsa ini adalah merajalelanya korupsi di tingkat bawah. Otonomi daerah yang dikembangkan pemerintah mempunyai dampak paling buruk yakni menyebarnya pelaku korupsi atau sering disebut menyebarnya “raja-raja” kecil di tingkat daerah yang justru memperparah korupsi di negeri ini. Sehingga mau tidak mau kita harus menerima kenyataan bahwa 9 dari 10 Pemda, terbuka untuk kasus tersebut.
Jika kita telusuri mulai dari dana yang dikeluarkan para calon kepala daerah berkisar 15 Miliar untuk bisa maju menjadi kepala daerah. Jadi jika diperkirakan darimana uang itu akan kembali jika dilihat gaji pokok kepala daerah tingkat II dibawah 10 juta per bulan. Jujur saja dari semua calon di atas sepertinya belum ada yang “kelebihan uang” sehingga hidupnya adalah untuk pengabdian semata. Tetapi pada umumnya kekuasan yang dicari itu berujung kepada penikmatan materi.
Menjadi walikota Medan berarti menjadi “rajanya Medan”. Semua kita tahu catatan akan korupsi yang sudah terjadi di kota ini. Mantan walikota dan wakil walikota medan periode ini harus masuk penjara karena kasus korupsi. Begitu banyak asset kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara dan sebagai kota metropolitan yang terbuka lebar untuk disalahgunakan. Atau pun dengan kata lain kota Medan adalah lahan basah bagi para koruptor. Sehingga saya sedikit tidak heran begitu banyak orang menginginkanya. Di mana ada gula disitu ada semut.
Tetapi apa yang saya gambarkan bukalah harapan rakyat dari mengapa banyak orang ingin menjadi walikota Medan. Realita harus diterima. Tetapi lebih dari pada itu saya ingin mengajak kita kepada sebuah perspektif harapan. Banyak calon bisa juga menjadi gambaran bahwa banyak orang ingin membangun kota Medan menjadi kota yang maju dan itulah harapan kita. Medan sebagai kota Metropolitan tentunya harus di bangun oleh pemimpin yang memiliki dedikasi tinggi, berkompeten dan berintegritas. Dari banyaknya calon tentunya membuka kesempatan melihat dan memilih pemimpin yang diharapkan itu. Berdua lebih baik daripada sendiri.
Saya tetap mengimani dari calon yang ada tetap ada yang terbaik. Setidaknya terbaik dari yang ada tersebut. Dan itulah harapan kita, warga Medan bisa memilih yang terbaik nantinya. Sehingga harapan akan terwujud mengalahkan realita selama ini. Bahkan lebih dalam lagi memutarbalikkan realita tersebut. Sehingga Medan yang maju akan kita nantikan bersama. Harapan kita adalah jangan lagi Walikota Medan terpilih nantinya harus non-aktif karena kasus korupsi. Tetapi Walikota yang akan memberikan warna yang berbeda membangun Medan ke arah yang lebih baik. Semoga… (Penulis bekerja di Perkantas Medan, aktifis Compus Concern dan aktif di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen) Medan. (diterbitkan di Harian Analisa)

Isu Yang Berkembang

Pelayanan mahasiswa di tengah isme-isme zaman ini.

1 Kor 15:32 Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati". Teks ini adalah jawaban terhadap pemahaman kaum kalangan intelektual yang memiliki pengaruh kuat di Korintus yakni golongan/penganut Epikuros. Kalangan ini mengajarkan bahwa kebahagiaan dapat dicapai melalui pemborosan yang berlebih-lebihan untuk pemuasan diri. Pandangan seperti ini didasari oleh pemahaman mereka bahwa hidup ini hanya satu kali. Kehidupan setelah kematian (kebangkitan orang mati) tidak dikenal dalam ajaran Epikuros Dalam pengertian modern, pengajaran golongan Epikuros ini disebut dengan hedonism (Pdt. DR. Rubin Adi Abraham).
Seorang pengurus PMK kampus menuturkan kondisi anggota binaan kampusnya kepada saya. Dia berkata: mengapa ya bang, sulit sekali menemukan orang-orang yang berkomitmen untuk menjadi pengurus? Pertanyaannya ini mengindikasikan ada yang salah dengan pembinaan kita selama ini. Kondisi ini tentunya bisa dipengaruhi dua faktor. Yang pertama dipengaruhi oleh buruknya pembinaan di dalam PMK dan yang kedua adalah harus kita sadari bahwa ada hal lain yang sudah merasuki kehidupan pelayanan kita. Faktor yang kedua ini penting kita telusuri agar kita bisa sadar bahwa kita sedang dirasuki olehnya. Ada tiga hal yang merasuki kita saat ini yakni isme-isme zaman ini. Secara khusus di dalam pembahasan ini akan difokuskan untuk 3 hal yakni cinta akan uang (mamonisme), cinta akan kesenangan (hedonisme) dan cinta akan diri sendiri (narsisme).
Pertama Mamonisme. Sekarang, dunia ini dikuasi oleh roh yang dikenal dengan mamonisme, dulu dikatakan materialisme. Sekarang dia telah menjadi dewa. Pemujaan terhadap uang. Kecintaan terhadap uang. Hidup berpusat kepada uang. Hari kehari manusia semakin rakus. Kemajuan teknologi dalam televisi dalam menjajakan iklan membujuk orang untuk konsumtif, membeli yang tidak perlu adalah indikasi bahwa dunia ini sudah dirasuki oleh paham tersebut. Kebutuhan seperti tidak ada batas dan digantikan dengan keinginan. Alkitab melihat kata ini seperti keinginan yang tamak, yang menuntut seluruh hati manusia dengan demikian mengasingkan orang itu dari Allah (Mat 6:19) dan cinta akan uang adalah awal sebuah dosa.
Pemahaman seperti ini mulai terlihat mencemari kehidupan pelayanan mahasiswa saat ini. Indikasinya adalah di dalam gaya hidup. Saya berpikir jika kita mensurvei kehidupan mahasiswa binaan kita di tengah kampus jangan-jangan tidak ada bedanya kita dengan mahasiswa lainnya. Sebagai murid Kristus kita dituntun untuk menjadi berbeda dengan dunia ini, tetapi mengapa tidak ada perbedaan itu. Indikasi lain nampak dari alumni pelayanan mahasiswa. Saya melihat secara umum alumni pelayanan mahasiswa mencari dan memilih pekerjaan cenderung berorientasi kepada materi. Sangat jarang kita melihat ada seorang alumni pelayanan kampus bekerja sebagai pengabdian kepada bangsa dan sebagai ketaatan untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini. Contohnya, seorang sarjana ekonomi binaan lebih memilih bekerja di Bank besar dengan gaji besar daripada bekerja dan mengembangkan koprasi dipedesan dengan gaji kecil. Atau seorang dokter mengabdikan beberapa hari dari waktu prakteknya untuk melayani orang-orang miskin di pinggiran sungai. Jarang saya temukan orang yang mau melakukan itu. Tetapi dokter binaan yang praktek sampai malam untuk memperoleh penghasilan besar sampai sampai tidak ada waktu untuk melayani banyak dan dengan mudah kita temukan.
Kedua Hedonisme. Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, besok engkau akan mati. Pernahkah Anda mendengar pepatah itu? Kaum hedonis menyerukan kata-kata tadi karena mereka memiliki pandangan bahwa hidup ini hanya satu kali, jadi buatlah menjadi senang dengan memuaskan semua hasrat dan keinginan. Tujuan hidup adalah kesenangan dan kenikmatan materi, bersenang-senang, pesta pora, dan plesiran adalah hal yang harus dilakukan demi kepuasan diri.
Hedonisme diartikan sebagai paradigma berpikir yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan. Hedonisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga, 2001). Secara general, hedonisme bermakna kesenangan merupakan satu-satunya manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.
Paham Hedonisme sangat bertolak belakang dengan proses pembentukan jati diri seorang murid yang kita kerjakan di dalam pembinaan kampus. Menarik menyimak sewaktu di dalam perjalanan Tuhan Yesus, ada seorang ahli Taurat ingin kecipratan nama baik dan ketenaran Tuhan Yesus dan berkata, Tuhan aku akan mengikut Engkau kemana saja Engkau pergi. Tetapi Yesus tahu apa maksud si calon murid berkata demikian. Sehingga Ia menjawab permintaan itu dengan berkata serigala punya liang, anak burung punya sarang, tetapi anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakan kepalanya (Luk 9:58). Menjadi murid Yesus dituntut pengorbanan dan barangkali akan ditolak akan mendapatkan perderitaan dari dunia ini. Bukan kesenangan seperti yang paham hedonisme tawarkan.
Jadi sekarang, jangan heran bahwa sedikit sekali orang yang terbeban untuk melayani sebagai dampak paham ini. Karena kecenderungan manusia mencintai kesenangan, pengakuan, nama baik dan sesuatu yang menyenangkan bagi dirinya sendiri. Tetapi Yesus yang menjadi Tuhan dan teladan hidup bagi kita justru menceritakan tentang penderitaan dan pengorbanan yang Ia tunjukan di kayu salib. Perhatikanlah komitmen pengurus PMK akhir-akhir ini, semakin hari semakin tipis. Sulit mencari orang-orang yang siap keluar dari zona nyamannya untuk mengerjakan visi pelayanan mahasiswa.
Yang ketiga adalah Narsisme. Narsisme adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Biasanya orang yang narsis adalah seorang model. Karena mereka sering sekali mendapatkan pujian dan itu menyebabkan mereka merasa percaya diri dan akhirnya berlebihan. Maraknya situs jaringan sosial seperti Friendster, Facebook, Blog atau Pluk mau tidak mau mendorong kita semakin narsis ketika memilih untuk menjadi penggunanya. Ada kecenderungan kita ingin dipuji, dipadang cantik/ganteng atau ingin dikenal oleh orang lain. Memang benar banyak hal positif dari situs jaringan sosial tersebut, tetapi hati-hati itu bisa menjadi alat bagi kita untuk menojolkan dirinya dan bahkan sampai-sampai ketergantungan dengan situs tersebut. Zaman sekarang ini orang berlomba-lomba untuk menonjolkan dan mengagungkan dirinya sendiri, padahal pengagungan seharusnya adalah hanyalah kepada Tuhan. Inti dari paham ini adalah tujuan hidup orang narsis berubah atau bergeser dari mencintai Tuhan dengan sepenuh hati kepada mencintai diri sendiri.
Menyikapinya.
Menyikapi isme-isme tersebut perlu kita belajar dari apa yang Alkitab katakan tentang hal tersebut. Paulus menyatakan bahwa orang-orang yang hidup di dalam isme-isme tersebut adalah seteru salib. Paulus dengan tegas mengingatkan bahwa kesudahan mereka adalah kebinasaan. Karena Tuhan bagi mereka adalah perut mereka (kesenangan mereka, uang mereka, dan mereka sendiri) dan itu menjadi pusat di dalam hidup mereka. Kemuliaan bagi mereka adalah aib mereka, dan pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara-perkara duniawi (Fil 3: 18-19). Jadi ada 3 hal yang berubah dari pengertian orang yang terjerumus kedalam paham ini. Yang pertama apa arti bekorban dan apa arti ketertundukan kepada kehendak Allah. kedua apa arti menderita bagi dunia. Dan yang keterakhir apa arti kita harus semakin kecil dan Allah semakin ditinggikan.
Tetapi kita orang-orang yang dibina di dalam pelayanan mahasiswa bukanlah demikian. Harus berbeda dengan dunia ini. Mari kita kembali kepada hal yang paling mendasar di dalam diri orang percaya. Paulus katakan bahwa kita ini adalah kewargaan sorga: Filipi 3:20 - 4:1 Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru selamat, 21 yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. Ingat, bahwa kita tidak boleh terbawa arus perkembangan zaman ini. Tentunya bukan berarti kita tidak boleh menjadi pengguna jaringan sosial atau hal yang berkembang pada zaman ini, tetapi mari kita kritis dan pergunakan untuk hal yang membangun. Ambil hal yang positif daripada itu, tetapi kalau hal itu membuat diri kita ‘diperbudak’ bertobatlah.
Selanjutnya Paulus menyarankan jemaat Filipi untuk tetap teguh di dalam Tuhan (Fil 4:1). Zaman ini dengan pemikiranya akan terus berkembang tetapi yang penting sekarang adalah bagaimana kita akan terus bertahan di dalam jati diri kita sebagai seorang murid Kristus. Bahwa Kristus harus tetap menjadi pusat di dalam hidup kita. Kristus harus tetap menjadi Allah kita dan yang terutama di dalam kita menjalani kehidupan ini. Pelayanan mahasiswa harus siap menghadapi tantangan isme-isme tersebut, dengan berani berbenah dan teguh kepada panggilanya semula. Dan jadikalah perkembangan zaman ini sebagai challenge yang akan membuat kita semakin berserah kepadaNya.
Oleh: Prasasti Perangin-angin
Staff mahasiswa Perkantas Medan