Minggu, 31 Januari 2010

opini

Opini:
Tahun 2010: Masihkah sulit mengurus kartu keluarga?
Oleh: Prasasti Perangin-angin, S.Pd

Sulitnya mengurus kartu keluarga di Medan Marelan. Adalah keluhan Andreas, SP penduduk Greenland Blok A-8 Medan Marelan di surat pembaca Harian Analisa (7-1-2010). Ini adalah gambaran bagaimana rendahnya mutu pelayanan publik yang dirasakan rakyat hidup di negara ini. Kita sudah 64 Tahun merdeka untuk mengurus kartu keluarga saja sangat sulit. Apakah ini yang kita dapatkan dari tahun ke tahun hidup di negara ini?
Kasus ini terkadang membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwa, ketika berurusan dengan instansi pemerintah maka kita akan menjumpai sebuah kesemerautan dan urusan yang harus berbelit-belit. Semua kita mungkin pernah mendengar dan mengalami. Kalau ada uang urusan itu akan diselesaikan dengan ‘selogan’ kalau bisa dipermudah ngapain dipersulit. Tetapi kalau tidak ada uang urusan itu akan dikatakan kalau bisa dipersulit ngapain dipermudah. Ini merupakan rahasia umum, semua kita yang pernah berurusan dengan kantor lurah, kantor polisi dan kantor instansi pemerintahan lainnya. Dan barangkali kita sendiri pernah merasakan seperti yang dirasakan Andreas, SP bertapa sulitnya berhadapan dengan pegawai negeri di negara ini.
Ada pengalaman teman saya ketika dia mengurus surat pindah dari satu kelurahan ke kelurahan yang lain di Kota Medan. Sebagai seorang warga negara yang baik dia berkata saya tidak akan mau membayar diluar prosedur yang sudah ditetapkan. Sehingga ketika mulai mengurus surat keterangan pindah itu, dia harus beberapa kali datang ke kantor kelurahan tersebut. Satu alasan pegawai di kantor tersebut surat tersebut belum selesai, karena belum ditandatangani oleh lurah. Kalau kita pikir-pikir bisa juga dalam beberapa minggu Pak Lurah tersebut tidak hadir sehingga tidak bisa menandatangani surat pindah itu. Setelah ketiga kalinya dia mendatangi kantor lurah tersebut akhirnya pegawai tersebut berkata hari ini akan selesai. Ternyata dia melihat pegawai tersebut mengerjakan surat itu pada hari itu juga, berarti selama ini tidak dikerjakan. Setelah selesai surat dan langsung ditandatangani lurah, pegawai tersebut dengan wajah cemberut meminta uang administrasi. Tetapi berapa pun bisa, ujarnya. Loh uang administrasi kok berapapun bisa? Ini uang administrasi atau uang apa ini, pikirnya.
Pengalaman lainnya setiap kita barangkali pernah merasakanya. Kita tahu bahwa mengurus KTP untuk Kota Medan itu gratis, tetapi jika kita jujur itu barangkali hanyalah sebatas selogan semata bahwa mengurus kartu kita tanda penduduk warga negara Indonesia itu gratis. Realitanya kita lihat sendiri. Begitu banyak kutipan yang harus kita keluarkan untuk mengurus kartu tersebut. Padahal seharusnya di kantor tersebutlah kita mendapatkan pelayanan masyarakat, karena itu adalah instansi yang dibentuk oleh negara. Ironisnya lagi begitu kita masuk ke wilayah kantor itu kita akan melihat tulisan kami ‘siap melayani anda’.
Sehingga seharusnyalah kita bertanya melayani seperti apa itu. Semua pegawai negeri Sipil itu dikatakan adalah pelayanan masyarakat. Jika kita dikatakan melayani dan pelayan masyarakat kenapa jika kita berhubungan dengan mereka tenaga atau fasilitas yang diberikan kepada kita itu seperti seorang pegawai perusahan nenek moyangnya. Sebagai rakyat kita sepertinya tidak berhak terhadap pelayanan yang seharusnya kita terima, sehingga kita harus membayar jasa dan fasilitas yang kita dapatkan. Perhatikan bukankah tugas mengetik surat tanda kita warga negara dan membuatnya adalah hak kita sebagai warga. Tetapi kenapa harus bayar biaya administrasi yang tidak jelas itu. Barang kali mereka berpikir itu bukanlah menjadi hak kita. Padahal jika kita telusuri sebenaranya tinta ketikan itu, tenaga mereka menuliskanya atau tenaga mereka menfotocopynya adalah uang rakyat yang diberikan melalui negara. Dan itulah tugas yang diberikan oleh negara kepada mereka. Jelas dinyatakan berdasarkan tugas hukum kepegawaian bahwa kedudukan pegawai negeri yaitu sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelengaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.
Dari tahun ke tahun keluhan-keluhan seperti ini akan terus bermunculan. Tanpa adanya kesadaran dari pegawai itu sendiri tentang apa yang menjadi tugas dasar dia sebagai pegawai yang dibayar oleh negara ini. Sadarlah bahwa segala fasilitas dan tenaga anda itu sudah dibayar oleh rakyat melalui negara ini. Jadi pertanggungjawabkanlah itu dengan melayani warga dengan baik, dengan menjadi pelayan yang menganggap bahwa yang dilayani itu adalah berhak menerimanya. Sehingga terciptalah pelayanan yang melayani kepada masayarakat. Dan pada akhirnya nanti tahap demi tahap citra pegawai negeri sipili dan instansinya itu akan membaik melalui pelayanan yang melayani itu. Di samping itu rakyat kecil akan sangat merasakan apa artinya hidup di negara ini. Mulai dari pengurusan kartu keluagara, surat miskin, pendidikan gratis, subsidi yang tepat guna, atau pelayanan yang lainnya. Tetapi apakah arti hidup bernegara itu akan kita alami tahun 2010 ini? mari kita berharap bersama. (Penulis bekerja di Perkantas Medan, aktifis Campus Concren, dan aktif di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen) Medan)(diterbitkan di Harian Analisa)

Tidak ada komentar: