Selasa, 18 Desember 2007

artikel natal

Natal: Perayaan Vs Pengorbanan
Oleh: Prasasti Perangin-angin S.Pd

Tidak terasa bulan Desember sudah tiba. Bulan dimana perayaan natal dirayakan. Bulan kelahiran Sang Juru Selamat Dunia Tuhan Yesus Kristus. Seperti biasa, bulan natal ini setiap sudut dari kehidupan umat Kristiani langsung dipenuhi dengan atribut-atribut natal. Sepertinya memang segi kehidupan itu akan hambar jika tidak dibumbui dengan dengan pernak-pernik natal. Dimulai dari tempat-tempat perbelanjaan biasanya didekorasi penuh dengan kelap kelip lampu natal. Dekorasi tempat, pakaian, dan sampai dengan iming-iming diskon bulan natal yang penuh gaya kejipratan bulan natal ini. Tidak ketinggalan, gereja didekor dengan pohon pinus yang dibumbui kapas, pita, bola dan pernak pernik yang lain. Apalagi jika dililit dengan lampu kelap-kelip yang terang benderang Susana natal akan semakin terasa. Sampai kepada dekorasi rumah biasanya dihiasi dengan pohon natal, hiasan natal, dan ciri khas natal memenuhi setiap segi rumah. Sehingga kalau dinilai suasana menyambut piala dunia di Jerman kemarin kalah jauh daripada susana Natal. Karena setiap materi sepertinya sedang menanti dan mengharapkan acara itu.
Lagu-lagu natal menghiasi plaza-plaza. Lagu Natal juga sampai menghiasi persimpangan-persimpangan jalan, dimana para pengamen pun ikut menyanyikan lagu kelahiran sang juru selamat itu. Acara radio dan TV pun tidak ketinggalan mengisi dengan lagu-lagu natal dan acara yang berbau natal. Apalagi di gereja lagu natal berkumandang dengan meriah. Para perserta paduan suara sibuk berlatih. Kalau dihitung-hitung mungkin mencapai sebuah album lagu yang dinyanyikan saat perayaan natal ini. Siang malam para peserta paduan suara membuka mulutnya agar bisa mengucapkan vocal dengan baik. Tujuannya, lagu natal di kumandangkan. Lagu natal diperdengarkan kepada khalayak ramai.
Bulan natal juga bulan penuh dengan sepanduk “hadirilah dan doakanlah perayaan natal …………dst. Di mana-mana natal. Mulai dari natal lorong, natal sektor, natal lingkungan, natal marga, natal satu kampung, natal pemuda, natal pemudi, natal mamak-mamak, natal bapak-bapak, natal satu kantor, satu jurusan, natal resort, natal distirik sampai natal se kota, dan natal seterusnya. Banyak macamnya. Tidak lengkap Sepertinya kalau lorong kita tidak merayakan natal. Atau seperti sayur tanpa garam jika kita tidak ikut buat perayaan natal pada bulan desember ini. Kira-kira begitulah pandangan kita. Dan inilah dampak dari kelahiran sang juru selamat. Penuh dengan yang namanya perayaan Natal.
Tetapi, apakah memang itu dampak yang kita maksudkan dengan natal. Apakah yang kita artikan merayakan hari lahirnya Sang Juru Selamat? Kita melihat dari tahun ke tahun natal dirayakan dengan sebuah seremonia natal. Natal itu adalah pernak-perniknya yang gemeralap. Natal itu adalah sepatu baru atau baju baru. Atau natal itu juga kita artikan sebatas menyanyikan kidung yang menceritakan kelahiran sang juru selamat. Ya, natal itu ialah perayaannya. Atau, apa yang kita maksudkan merayakan natal?
Yesus Kristus lahir di Betlehem sekitar 2000 an tahun yang lalu. Dia lahir membawa damai. Manusia yang berdosa di perdamaikan kembali dengan Allah yang suci. Perdamaian yang menjadi dasar perubahan hidup setiap orang yang percaya kepada-Nya. Manusia yang membrontak diperbaharui kembali untuk melihat Allah. Dan ini semua terjadi hanyalah karena kebesaran Rahmat Allah kepada dunia ini.
Pesan yang disampaikan di dalam kelahiran sang juru selamat merupakan sebagai awal transformasi dari perdamaian itu. Awal dari cerita bagaimana Allah yang menjadi manusia. Allah yang rela meninggalkan kemuliaan-Nya menjadi sama seperti manusia yang berdoa. Kita melihat sebuah pengorbanan dari perwujudtan perdamaian itu. Perngorbanan yang hanyalah di dasari sebuah belas kasihan kepada dunia di dalam segala keberadaanya. Dunia yang hidup menurut jalanya sendiri, tidak akan pernah di pulihkan tanpa pengorbanan itu.
Memikirkan bagaimana pengorbanan Tuhan Yesus terlahir ke dunia, mungkin tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan apa pun. Tetapi itu dilakukan-Nya hanya demi satu hal yakni kedamaian bagi dunia ini. Jalan bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Memecahakan jurang yang selama ini memisahkan manusia dengan sang penciptanya. Meskipun memang harus dengan sebuah pengorabanan yang besar. Allah menjadi manusia.
Saat ini saya mencoba mencari-cari pesan apa yang kita pahami dengan melihat kondisi “bulan natal” ini. Natal yang seharusnya mengawali kita kembali kepada satu teladan seperti yang di lakukan oleh Tuhan Yesus sebuah pengorbanan demi terciptanya sebuah perdamaian bagi dunia. Tetapi harus kita akui, hal itu tidak terasa di bulan natal. Tidak bergema di bulan natal, tidak berkumandang di bulan natal, bahkan mungkin tidak digubris di bulan natal ini. Sungguh ironis. Natal yang seharusnya membangkitkan sebuah pengorbanan demi orang lain di timpal dengan sebuah perayaan manusia yang sudah mentradisi.
Melihat kondisi ini bagaimana pelayanan perkantas menanggapinya. Apakah kita juga akan larut kepada hiruk pikuk perayaan bulan natal? atau saatnya kita kembali mengawali untuk bertanya, merenungkan, dan mencoba mengevaluasi bagaimana kelahiran Yesus menginspirasi kita untuk berkorban demi terwujudnya kerinduan Allah bagi dunia ini? mengawali kita kembali bertanya apa arti kelahiran Kristus bagi pengorbanan kepada kemajuan bangsa ini. Mengawali kembali sebuah arti pengorbanan, meskipun terkadang pengorbanan harus menempuh sebuah jalan yang sulit diterima oleh pemikiran manusia. Biarlah semua kita memikirkannya.

Tidak ada komentar: