Rabu, 14 Januari 2009

Gelobal Warming: Selamatken Tinepa Dibata


Isu pemanasan gelobal bukan sebuah pembicaraan baru. Mungkin hampir semua orang sudah pernah mendengar kata ini. Tetapi meskipun demikian bagaimana sikap kita ketika mendengar dan mengetahui apa itu pemanasan gelobal?
Gelobal warming/pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Peningkatan suhu dunia merupakan dampak efek rumah kaca. Beberapa jenis gas berlaku sebagai gelas rumah kaca membiarkan masuk sinar matahari dan menahan panasnya sewaktu dipancarkan balik. Semakin banyak gas-rumah-kaca (GRK) di dalam atmosfer, maka logikanya makin panaslah bumi.
Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ini menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi. Jadi dengan kata lain, intinya bumi ini memanas karena sinar matahari yang sudah masuk ke bumi tidak bisa keluar lagi karena gas-gas rumah kaca membentuk lapisan di atmosfer yang memantulkan sinar matahari kembali ke bumi.
Akibatnya, perhatikan saja cuaca semakin tidak menentu. Misalnya Berastagi atau secara umum wilayah Tanah Karo yang dulunya di kenal sebagai wilayah dingin, coba rasakan pada siang hari udara sudah menjadi panas. Bahkan sudah tidak jarang kantor dan rumah warga yang harus mengunakan AC. Atau, musim dingin tahun ini di Belanda rasanya masih seperti musim gugur. Kalau melihat perkiraan temperatur di luar ruangan, seringkali masih dua dijit, padahal mungkin seharusnya sudah minus. Di tambah lagi nyamuk demam berdarah yang berkepanjangan di Indonesia di sebabkan oleh pemanasan ini karena nyamuk suka tempat yang hangat.
Pembahasan lebih lanjut yang dilakukan oleh Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) mempublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan! Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 – 0,30 C. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (31 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas ke seluruh bumi. Udara akan sangat panas, jutaan orang akan berebut air dan makanan.
Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17 C per tahun. Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 C per tahun. Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.
Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daerah-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.
Itulah sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia, melainkan juga warga dunia. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak tersisa. Di saat itu, anak-anak bangsa ini tak lagi bisa menghirup udara bersih. Akankah hal itu terjadi? Itu semua tergantung bagaimana kita meresponi masalah ini.
Jika seperti itu apa yang harus kita lakukan? Berikut ini ada ada beberapa saran sederhana untuk bisa kita lakuakan dan menjadikanya sebagai lifestyle.
1. Matikan semua alat elektronik saat tidak digunakan. Kerlip merah penanda standby menunjukkan alat tersebut masih menggunakan listrik. Artinya Anda terus berkontribusi pada pemanasan global. Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi
2. Pilihlah perlengkapan elektronik serta lampu yang hemat energy
3. Saat matahari bersinar hindari penggunaan mesin pengering, jemur dan biarkan pakaian kering secara alami
4. Matikan keran saat sedang menggosok gigi
5. Gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman
6. Segera perbaiki keran yang bocor - keran bocor menumpahkan air bersih hingga 13 liter air per hari
7. Selalu gunakan kertas di kedua sisinya
8. Gunakan kembali amplop bekas
9. Jangan gunakan produk ’sekali pakai’ seperti piring dan sendok kertas atau pisau, garpu dan cangkir plastic
10. Gunakan baterai isi ulang
11. Pilih kalkulator bertenaga surya
12. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda
13. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara)
14. Say no to plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.
15. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka juga turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi
Sekarang bagaiamana dengan sikap kita? Jika kita sedikit merefleksikan bahwa bumi ini ditepa Dibata dengan sungguh amat baik. Akankah karena kerakusan manusia dan tidak adanya tanggujawab manusia itu semuanya menjadi rusak? Mari mencintai bumi, selamatkan bumi yang telah ditepa Dibata ini. Mulailah dengan hal yang sederhana di atas. Tetapi tahukah kita apa yang akan kita lakukan itu akan memberikan kontribusi nyata kepada misi untuk menyelamatkan tinepa Dibata dari pemanasan gelobal. Orang bijak berkata: Mulailah dari hal kecil untuk mengubah hal yang besar.

*dikumpulkan dari berbagi sumber oleh Prasasti Perangin-angin.
selamatkan tinepa Dibata, Karo red. (Selamatkan ciptaan Tuhan, ind)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mari selamatkan ciptaan Tuhan..