Yesus Sang Radikal (bahan Bibel Study PMK Medan)
Pendahuluan
Sangat sulit untuk melukiskan tentang Yesus sebagai gabungan menusia dan ilahi. Apalagi di dalam makalah pembahasan sederhana seperti ini. Sehingga kita harus berpihak kepada satu segi dari kehidupan Yesus untuk bisa mengerti secara mendalam dari segi tersebut. Memang ini mengakibatkan kita tidak bisa mengerti secara objektif tentang Yesus. Tetapi orang-orang yang berusaha bersikap objektif terhadap Yesus tidak mengerti persoalan yang ada di dalam diri Yesus (R.T France).
Itu juga yang menjadi tujuan pembahasan ini yakni melihat Tuhan Yesus yang adalah Yesus sang Radikal. Pembahasan ini ingin melihat bagaimana Tuhan Yesus mematahkan sebuah tradisi yang sudah membentuk sebuah sistem di dalam kehidupan orang Yahudi melalui misinya. Karena keterbatasan waktu, saat ini kita akan membahas hanya beberapa bagian tentang Yesus sang Radikal.
1. Yesus dari Nazaret dan persiapan misiNya.
Sesuai dengan Nubuat para nabi Yesus dibesarkan di Nazaret (Matius 2:23). Tujuanya adalah agar orang memanggil Yesus dari Nazaret (Mat 21:11). Pertanyaanya kenapa harus disebut Yesus dari Nazaret? Nazaret terletak di Galilea (Palestina Utara) yang berarti kota setengah kafir menurut pandangan orang Yahudi sejati di Yerusalem (bd Yesaya 8:23/9:1 yaitu Galilea yang kafir (TL) ) tetapi dari daerah ini muncul lebih banyak penentang Romawi. Nazaret merupakan sebuah desa kecil hanya sedikit lebih besar dari sebuah desa. Sehingga wajar Natanael berkata mungkinkah sesuatu datang dari Nazaret? Ini merupakan suatu ironi bagi orang Isarel bahwa Yesus datang dari Nazaret. Karena ditambah lagi pemahaman akan Yesus adalah keturunan Daud yang datang dari Betlehem. Sebagai si Tukang kayu dari Nazaret tidak mudah bagi Yesus untuk meyakinkan bangsanya bahwa dialah sang juru selamat. Sehingga ketika ia pertama sekali mengajar dan berkata bahwa ia adalah Mesias ia ditolak oleh orang-orang satu kampungnya. Yang sangat mungkin mengenal dia sejak dari kecil.
Tetapi yang menarik adalah penolakan ini menjadi awal perjalanan misi Tuhan Yesus. Ini memberikan gambaran apa yang akan terjadi di dalam pelayanan Tuhan Yesus pada waktu yang akan datang. Kadang Ia akan disambut secara antusias dan tidak jarang akan ditolak (bd. Luk 11:23, 9:50, Mat 10:34-36). Sepertinya tidak ada tempat untuk netral (golput). Eduard Schweaer menyatakan dengan tegas yakni bagaimanapun juga kenetralan tidak mungkin sebagai suatu sikap defenitif, sebab panggilan-Nya sedemikian rupa sehingga siapapun yang berusaha bersikap netral telah menolaknya. Kita berada pada pilihan mencap Yesus sebagai seorang penipu atau Yesus yang memiliki kuasa. Atau menerima wibawa Yesus seperti wibawa Allah atau berkata Yesus telah menghujat Allah yang harus dibinasakan.
Tanggapan akan Yesus merupakan awal sebuah perpecahan dan perusak kedamaian. Perusak kenyamanan. Mendatangkan masalah. Yesus memang dikenal sebagai orang yang penuh belas kasihan, mengasihi musuh, menyerang pemerasan dan ketidakadilan, mengajak anak kecil (bd Mat 11:28) ini merupakan segi yang sangat indah dari Tuhan Yesus. Tetapi kita tidak bisa menutupi Yesus dari segi yang lain yakni ketika ia mau dibunuh orang lain, orang lain mau mati demi diriNya. Kenapa mereka mau mati demi Yesus? Yesus memang cukup dinamis dan controversial sehingga melahirkan revolusi paling langgeng yang pernah di alami oleh dunia (R.T France).
Percobaan di Padang Gurun.
Sebelum Tuhan Yesus memulai misinya, Lukas dan Matius menyebutkan Ia menjalani tiga pencobaan (Mat 4:1-11, Luk 4:1-13). Ketiga pencobaan ini saling terkait dan ketiga-tiganya bertujuan mempertimbangkan apa saja yang akan dikerjakan di dalam misi Yesus, dan bagaimana anak Allah seharusnya berhubungan dengan Bapa. Hubungan inilah yang paling penting. Karena hubungan ini akan mengambarkan apakah Yesus akan memakai kuasaNya yang ajaib untuk memuaskan rasa lapar-Nya, ataukah menerima masa berkekurangan ini dengan penuh percaya sebagai kehendak Bapa-Nya. Apakah Yesus akan memaksa Bapa-Nya bertindak dan menuntut peyelamatan secara ajaib, ataukah yakin bahwa bantuan Bapa-Nya nyata dan tersedia, tanpa perlu mengujinya. Atau apakah Yesus akan mengambil jalan pintas menuju pengenapan tujuan Mesianis, walapun harus tidak setia kepada Bapa-Nya? Iblis sebenarnya tidak meragukan kedudukan Yesus tetapi Iblis mencobai Dia agar menyalahgunakanya. Namun ternyata Yesus mengutamakan hubungan pribadi dengan Bapa-Nya dengan sebuah ketaatan dan kesetiaan sampai pada kayu salib.
Di samping itu cobaan ini ternyata memberikan kesempatan kepada Yesus untuk lebih mengerti misi-Nya secara praktis. Keberadaan-Nya sebagai Mesias dan Anak Allah bukanlah rumusan bagi keberhasilan yang gemilang melainkan dasar bagi kepercaayan dan ketaatan tanpa pamrih, meskipun itu harus berakhir di kayu salib.
2. Kerajaan Allah
Ketika orang banyak berbondong-bondong ingin menjadi murid Kristus, Yesus menuntut sebuah kesetiaan penuh yakni meninggalkan segala miliknya dan menjadi pengikut Yesus (Lukas 14:26-27). Kita pasti bertanya kesetiaan yang mutlak tersebut dituntut Yesus untuk melakukan apa? Kalau secara umum para murid dan orang banyak berharap Yesus akan menjadi Raja. Kenapa kita bertanya demikian Karena harapan akan datangnya anak Daud sebagai raja itu ditolak oleh Tuhan Yesus. Jadi misi apakah yang sedang Tuhan Yesus kerjakan? Kalau bukan misi pembebasan. Tetapi meskipun demikian pada bagian lain Ia tetap banyak berbicara tentang ‘kerajaan’. Jadi kerajaan apa yang Tuhan Yesus maksudkan? Bagaimana bentuknya?
• Yesus dan kemerdekaan Yahudi
Markus memberi tahu kepada kita bahwa di dalam permulaan pelayanan Yesus di Galilea ia berkata “waktunya sudah dekat, kerajaaan Allah sudah dekat (Mark 1:15)”. Ucapan seperti ini di dengar oleh orang yang sedang tertindas secara politik dan menginginkan kebebasan dari kolonialisme Romawi tentunya cepat terangsang untuk menanggapinya. Sehingga jangan heran mereka langsung menyimpulkan ‘kedatangan anak Daud yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi’. Bahkan sampai pada akhir kematian Yesus di kayu salib para murid masih mengharapkan pembebasan Israel dari penjajahan orang Romawi (Luke 24:21 Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi.) bukan sampai disitu saja harapan itu juga hampir tidak pernah hilang dari para Rasul (Kis 1:6).
Markus mencatat bahwa orang banyak yang berbondong-dondong datang bukan sekedar karena kerinduan untuk mendengar khotbah. Ketika Yesus berkata ‘seperti domba yang tidak bergembala’ ini merupakan ungkapan yang sama di Perjanjian lama bagai tentara tanpa panglima (1 Raj 22;17, Bd Bil 27:17). Sehingga sewaktu Tuhan Yesus memasuki Yerusalem, Yesus di sambut seperti sang raja yang pulang berperang dan memasuki tahtaNya di Yerusalem, ‘hidup anak Daud, di berkatilah orang yang datang atas nama Tuhan’. Tetapi semua harapan itu hanyalah sebatas harapan karena mereka menyadari bahwa Ia belum juga menganut cita-cita kebangsaan mereka. Jadi jangan heran, sebelum minggu itu juga berakhir mereka membiarkan Yesus dibunuh. Sehingga bisa kita simpulkan Yesus bukanlah seorang tokoh politik yang akan membawa kebebasan orang Isarel dari Romawi.
• Yesus: Kematian, perdamaian dan pengampunan
Yesaya 53 menebuatkan tentangan penderitaan yang harus di alami oleh Hamba Tuhan. Ia harus mati menjadi korban bagi orang lain. Karena kematian-Nya menjadi tebusan bagi mereka sama seperti harga tebusan membebaskan seorang tawanan (Mrk 10:45, 14:24). Hamba Tuhan itu dilukai karena dosa-dosa kita, didera karena kejahatan kita, “masuk bilangan orang jahat” dan memikul dosa orang banyak, sehingga Ia akan membenarkan orang banyak. Jelas kematian Yesus bukan soal politis yang di capai melalui kematiaan syahid melainkan kematian yang membawa kebebasan bagi orang berdosa. Kebebasan yang akan mendamaikan manusia dengan Allah.
Apa yang di lakukan oleh Tuhan Yesus bukanlah hanya untuk golongan orang Yahudi saja. Siapa saja diterimaNya asal orang itu menyadari kebutuhanNya akan pengampunan Dosa dan hubungan yang baru dengan Allah. Dengan demikian secara bertahap umat baru akan muncul yakni perhimpunan orang-orang yang telah di ampuni yang terdiri dari setiap golongan. Sehingga tembok-tembok pemisah adat istiadat, golongan sosial, agama, ras menjadi tidak relevan lagi. Sehingga dengan demikian harus kita pahami setiap orang yang menjadi murid Yesus bukanlah karena status atau diri mereka, tetapi mutlak karena Yesus mati bagi mereka dan mereka menjadi milik Yesus. Dia sendirilah menjadi kunci perdamaian dan pengampunan itu dan untuk itulah maksud kedatangan-Nya.
Sekarang istilah kerajaan Allah yang ingin Tuhan Yesus bangun jelas adalah bukanlah kerajaan yang memiliki tatanan pemerintahan yang baru. Tetapi dimana saja Allah berkuasa, kedaulatanNya diterima dan kehendaknNya dilakukan disitulah kerajaan Allah. Dalam arti yang sepenuhnya, kerajaan Allah berarti semua orang di mana saja mengakui Allah sebagai Raja.
Jadi bagi orang yang dosanya telah diampuni melalui Yesus, kerajaan Allah telah datang. Tetapi sampai semua bangsa mengakui kedaulatanNya dalam hal inilah Yesus berkata bahwa pemerintahanNya sebagai sesuatu yang akan datang. Kita masih berdoa ‘datanglah kerajanMu’ tetapi jangan hanya memikirkan masa depan itu, karena pada saat ini juga kita harus mengakui ‘Engkaulah yang empunya kerajaan’. Karena di dalam injil banyak yang dinyatakan Tuhan Yesus tentang kerajaan yang berhubungan dengan yang kelihatan saat ini, yakni sewaktu kuasa jahat ditaklukan dan manusia menemukan bahwa pelayanan Yesus membuka jalan bagi hubungan yang benar dengan Allah. Itulah kerajaan yang hendak didirikan Tuhan Yesus.
3. Masyarakat
Di dalam perjalanan pelayananNya Yesus banyak bersentuhan dengan kehidupan masyarakat. Hal yang menarik di dalam perjalanan itu adalah bagaimana injil menceritakan tentang Tuhan Yesus yang melalui pergaulanNya, tanggapaNya dan tindakaNya yang menimbulkan keluhan dari pihak orang farisi, ahli Taurat, para murid, dan para bangsawan. Apalagi masyarakat yang pada waktu itu ditata secara kaku menurut golongan sosial, ras dan harta. Sehingga tidak jarang membuat para murid sendiri tercengang apalagi di antara para penguasa. Tetapi inilah yang menjadi ciri khas Tuhan Yesus, yakni senang untuk membalikan ukuran yang biasa berlaku. Yang jelas Ia selalu membela pihak yang tertindas.
Kita akan melihat beberapa kasus tindakan Tuhan Yesus di dalam kehidupan masyarakat.
1. Lukas 21:1-4. Siapakah yang lebih banyak memberi?
Di dalam bait Allah terdapat kotak untuk memberikan persembahan, yang diperuntukan untuk tempat untuk memberikan persembahan bagi orang saleh sebagai pemeliharaan bait Allah dan sebagai amal mereka. Mereka menyumbang dengan berlimpah sampai-sampai dikeluarkan undang-undang untuk membatasi jumlah sumbangan. Orang-orang yang menyumbang senang membangun sebuah reputasi murah hati atau memberi banyak dan kelihatannya tidak ada rahasia tentang jumlah uang yang mereka berikan. Di antara orang yang memasukan sumbangan itu, ada seorang perempuan miskin. Kita mungkin bertanya darimana Tuhan Yesus tahu ia adalah seorang perempuan miskin, yang paling mungkin adalah dari pakaian dan statusnya sebagai seorang janda. Dan karena yang memberikan sumbangan pada umumnya orang kaya, maka perempuan janda miskin ini sangat menonjol. Sumbangan 2 peser itu dijawab oleh Tuhan Yesus bahwa perempuan itu memberi lebih banyak dari pada semua orang itu, karena ia memberi di dalam keterbatasannya. Ucapan ini sungguh bertentangan dengan apa yang dipikirkan orang yang memberi persembahan pada waktu itu. Yesus mengubah memberi dilihat dari jumlah yang diberi menjadi memberi yang dilihat dari yang tinggal dari yang kita beri.
2. Matius 18:1-5 Siapakah yang terbesar?
Ketika para murid ingin menuntut senioritas dan bertanya tentang siapakah yang terbesar dari antara mereka, Tuhan Yesus justru menjawab dengan membandingkannya dengan seorang anak kecil. Karena kedudukan sangat penting di dalam Qumran. Di dalamnya supaya setiap orang Israel mengetahui tempatnya dalam masyarakat Allah sesuai dengan rencana yang kekal (1 QS 2: 19-25: Tak seorangpun boleh turun dari tempatnya atau naik ketempat yang lebih tinggi, dari kedudukan yang di peruntukan baginya). Yesus memberi contoh demikian tentunya sangat mungkin berhubungan dengan hal ketergantungan dan kerendahan hati (bd Mark 10:15). Sehingga bagian ini jelas, Tuhan Yesus membalikkan pandangan para murid tentang kebesaran (bd Mat 5:3-12).
3. Lukas 18:9-14 Siapakah yang lebih baik?
Perikop ini ditujukan langsung kepada orang farisi yang merasa dirinya paling benar di hadapan Allah. Tuhan Yesus berkata bahwa doa pemungut cukailah yang didengarkan oleh Allah. Tuhan Yesus mengolok-olok sikap orang farisi yang sombong merasa benar sendiri dan membenarkan pemungut cukai yang terkenal berdosa, koruptor, penindas dan menjadi orang yang di kucilkan di antara orang yahudi. Karena pemungut cukai dianggap melawan Allah dengan berkerjasama dengan pemerintahan romawi untuk mengumpulkan pajak yang ditetapkan pemerintah Romawi. Status pemungut cukai yang dibenci masyarakat justru doanya yang di benarkan oleh Tuhan Yesus. Ditambah lagi pada bagian lain justru Tuhan Yesus bergaul dengan orang-orang yang terkucilkan ini. Bisa kita bayangkan respon orang Yahudi ketika mendengar itu. Marah dan Tuhan Yesus pasti dimusuhi oleh orang-orang yang merasa kedudukannya sebagai orang saleh terancam oleh-Nya.
Sehingga jangan heran orang-orang farisi dan ahli taurat tidak bersedia diberi petunjuk oleh Tuhan Yesus. Orang yang mereka anggap hina itu. Sehingga dengan keras Tuhan Yesus memperingatkan mereka, Matthew 21:31 "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Jadi, jangan heran bawah Tuhan Yesus itu tidak disukai, dianggap sebagai ancaman dan harus disingkirkan.
4. Markus 10:13-16, Matius 15:22-28. Anak-anak, wanita, orang non Yahudi dan orang Samaria.
Orang-orang ini adalah orang yang mengalami diskriminasi di tengah masyarakat. Di mana beberapa bagian hak-hak mereka seperti terabaikan. Anak-anak diangap tidaklah perlu menjadi dewasa untuk mendapat bagian di dalam kerajaannya. Tetapi justru Tuhan Yesus memperlakukan mereka begitu berbeda menerima dan memberkatinya. Bahkan kata memberkati merupakan gambaran yang menyenangkan yang diberikan oleh kata majemuk Yunani yang kuat kateulogein yang tidak muncul di tempat lain di PB. “ia memberkati mereka dengan sangat, berulang kali”
Pada suatu kali seorang perempuan Kanaan sangat menganggu sewaktu mendesak meminta perhatian, tetapi Yesus tidak mengabaikannya, justru Tuhan Yesus berkata ‘hai Ibu besar imanmu maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki’. Yohanes juga mencatat bagaimana Tuhan Yesus bercakap-cakap dengan seorang wanita Samaria. Mereka adalah wanita yang memiliki tembok pemisah dimana mereka diremehkan tetapi hal itu tidak dihiraukan oleh Tuhan Yesus. Tetapi yang lebih penting lagi adalah mereka bukan orang Yahudi. Apa lagi menurut teologia Yahudi bahwa semua orang non Yahudi akan masuk ke neraka dan mereka akan masuk kedalam surga. Sehingga perbedaan ini menjadi tembok pemisah yang paling besar di dalam kehidupan orang Yahudi. Bahkan sampai pada kesimpulan mereka tidak bergaul dengan bangsa lain. Tetapi lagi-lagi dalam hal inipun Tuhan Yesus tidak mau dibatasi. Meskipun memang Tuhan Yesus mengambli fokus kepada orang yang hilang di antara orang Yahudi, tetepi injil juga mencatat tentang iman seorang perwira yang lebih besar dari iman yang pernah Tuhan Yesus jumpai (Mat 8:10).
Bagi Yesus soal ras tidaklah begitu penting tetapi yang penting adalah manusia yang membutuhkan perolongan Allah. walaupun Tuhan Yesus mengakui kedudukan istimewa Israel sebagai umat pilihan Allah tetapi Dia juga tidak mengesampingkan orang non Yahudi (bd Mat 8:11-12). Begitu juga dengan orang Samaria, yang telah berabad-abad bermusuhan dengan orang Yahudi. Kalau dirunut permusuhan saudara ini mungkin tidak cukup waktu untuk melihat siap yang salah dan yang siapa yang benar. Tetapi yang jelas permusuhan itu sangat kental di dalam kehidupan mereka. Tetapi kita mungkin bertanya kenapa ada cerita tentang orang samaria yang baik hati (Luk 10:29-37) dituliskan oleh Lukas, yang sangat mungkin setiap orang yahudi akan tersinggung mendengar cerita itu. Tetapi lagi-lagi Yesus memiliki konsep yang jelas di dalam pelayanan bahwa bukan rasa atau adat istiadat yang penting tetapi manusia yang membutuhkan pertolongan Allah yang lebih penting.
Yesus dan Masyarakat
Dari beberapa kasus di atas kita bisa melihat bahwa Yesus tidak mempunyai tujuan untuk mengubah sistem masyarakat. Tetapi ia memperingatkan bahwa semua kesalahan bukan pada sistemnya tetapi kepada orang yang menjalankanya (bd.Luk 4:16, Yoh 2:1-2, Mat 23:3). Karena sistem sangat mungkin digagalkan oleh sikap yang mementingkan diri sendiri dan keserakahan yang mendominasi di dalam hidup orang tersebut. Tetapi ketika kita belajar bersama Yesus yang mengutamakan hal-hal yang sangat penting tahap demi tahap sistem itu akan berjalan sebagaimana mestinya. Yakni kebenaran dan keadilan Allah tergambar di dalam kehidupan manusia.
4. Murid Yesus
Seorang guru Yahudi bisanya memiliki beberapa pengikut untuk menjadi muridnya. Mrk 1:17-18, Yesus berkata kepada empat orang nelayan ‘ikutlah aku’ dan mereka lalu mengikuti Yesus. Tetapi perbedaannya paling menonjol adalah para murid biasanya memilih siapa guru yang kepada mereka akan mengabdikan dirinya. Namun Tuhan Yesuslah yang memilih mereka ‘bukan kalian yang memilih Aku, Akulah yang memilih kamu (Yoh 15:16).
Pemanggilan para murid
Yesus memulai pelayanan di Galilea dengan mengumpulkan murid-murid yang pertama. Satu hal yang menakjubkan adalah kerelaan mereka meninggalkan saudara-saudaranya dengan satu kata ‘ikutlah Aku’ . begitu juga Matius si pemumut cukai dipanggil yakni ‘mari ikutlah Aku’ (Mat 9:9) dan merekapun seperti tidak dapat menolak panggilan itu.
Para murid tergolong kelompok aneh. Sebagian besar dari mereka bukanlah orang-orang yang kita kenal dan latar belakang yang sangat beragam.
Yohanes dan Yakobus Seorang nelayan anak Zebedeus, suka menguasai dan berambisi tinggi (Mrk 10:35). Tetapi di kenal dekat dengan Tuhan Yesus (bd, Mrk 5:37)
Anderas dan simon Murid pertama, tidak ada informasi tentang Anderas, karena kalah ‘populer’ dari adiknya Simon Petrus. Simon biasanya menjadi murid yang paling menonjol.
Bartolomeus & Tadeus Tidak ada keterangan tentang mereka.
Filipus & Natanel Filipus adalah orang yang semangat untuk melayani dari pada Natanael tampak lebih ragu-ragu (bd, Yoh 1: 45-49)
Thomas Seorang nelayan, dia Pesimis atau sulit percaya. (bd, Yoh 20:27)
Simon Zelot Dari kaum pemberontak (kaum zelot), yang sangat tidak di senangi oleh orang Romawi.
Matius Pemungut cukai, mungkin paling berpendidikan sehingga bisa memiliki jabatan pemungut cukai. Tetapi dia adalah orang berdosa dimata orang yahudi.
Yudas Iskariot Satu-satunya yang bukan orang Galilea, namanya ditafsir orang dari kariot. Di perkirakan dia dari Yehuda yakni Kariot-Hezron Yehuda selatan.
Bersama 12 murid inilah Tuhan Yesus mencurahkan seluruh perhatianNya. Makan bersama-sama dengan mereka, karena harapan besar dipercayakan kepada mereka karena mereka inilah yang akan menjadi pemimpin Kristen pertama.
Inti kemuridan
Hal yang paling penting di dalam kemuridan mereka adalah ‘menyertai-Nya’. Kita melihat Tuhan Yesus banyak mengajar mereka, banyak memberikan waktu untuk mempersiapkan mereka mewartakan misi Tuhan Yesus di dunia ini. Injil menceritakan, ternyata mereka cukup lamban di dalam belajar bahkan sampai hari terakhirpun mereka belum mengerti apa yang dikerjakan Guru mereka (Mrk 8:17-21, 9:10,32, Yoh 12:16). Tetapi Tuhan Yesus terus mengajari mereka sampai pada mereka menjadi otak teologi di balik gerakan ideologis yang paling berhasil di dunia (bd Kis 2:14-40). Inti ideologi mereka adalah Yesus yang mereka sertai dan rahasia kerajaan Allah adalah hubungan yang hidup dengan Dia.
Apa yang dituntut Tuhan Yesus dari seorang murid?
1. Komitmen total
Arti seorang murid adalah penyerahan diri secara mutlak kepada Yesus (Mat 6:24, Mat 10:37, Luk 9:62). Yesus menuntut komitmen total. Menjadi murid Kristus berarti menyerahkan hidup kita Mark 8:34 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Seakan-akan turut serta dalam suatu pawai pemakaman, yakni pemakaman kita sendiri, seakan-akan melihat penjahat menuju tempat hukuman mati dengan membawa salibnya sendiri dan diolok-olok. Sehingga kemuridan itu tidak berlaku bagi pengecut atau orang yang terlalu memikirkan apa yang di pikirkan orang lain tentang mereka. Tetapi meskipun demikian yang menarik adalah ada orang yang meninggalkan jalanya dan mengikut Dia, sehingga benarlah Yesus adalah orang yang harus diperhitungkan.
2. Lain dari yang lain
Kalian adalah garam dan terang dunia (Mat 5:13-16). Seorang murid Kristus pasti hidupnya akan mencolok, berbeda dengan orang lain. Garam dan terang yang akan kelihatan di dalam kerendahan hati, kepekaan, kelemahlembutan (mengalah dari orang lain), keinginan untuk melakukan yang benar, kemurahan hati, kesucian, sikap mau berdamai dan kerelaan untuk menerima celaan dan penganiayaan sebagai harga kesetiaan kepada Allah. Tentunya ini semuanya bukalah cita-cita orang hidup di dunia sekuler. Apalagi pada umumnya mereka bukanlah orang-orang yang disukai oleh orang lain (Mat 10:16-25, Yoh 15: 18-21). Tetapi meskipun demikian seorang murid akan berbahagia (Luk 6:22-23, bd Mat 5:38-48, 18;21-22). Karena kasih dan pengampunan akan menggoncang banyak orang dan itulah yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus.
3. Saling mengasihi
Sewaktu perjamuan terakhir Tuhan Yesus dengan para murid Ia memberikan perintah yang baru yakni saling mengasihi (Yoh 13:34-35). Yesus tidak memberikan tempat untuk perkara mementingkan diri sendiri. Bahkan ketika para murid menginginkan siapa yang terbesar Tuhan Yesus berkata siapa yang ingin menjadi terbesar menjadi seorang pelayan (Mrk 10:42-44).
4. Menempatkan Allah paling utama
Kehidupan seorang murid haruslah tertuju kepada Allah. Ucapan bahagia menggambarkan orang yang mengutamakan Allah. Itulah bagi sikap tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak mementingkan diri sendiri adalah kasih. Hanya dengan cara seperti itulah seseorang benar-benar dapat mengasihi musuhnya, dengan senang hati bisa menerima kedudukan yang rendah, walaupun dia lebih senior.
Tuntutan seorang murid di atas adalah sangatlah berat. Tidak mengherankan beberapa calon murid gagal menjadi murid Kristus. Sehingga Tuhan Yesus (Luk 14:25-33) memperingatkan mereka sebelum menjadi murid Kristus. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan zaman sekarang ini dimana Kekristenan hanyalah sebatas status.
5. Mujizat
Mendengar kata muzijat Matthew Arnold berkata tidak terjadi. Dan mungkin di antara kita juga setuju dengan pandangannya tersebut. Namun beberapa para teolog merasa itu merupakan sebuah kekeliruan besar karena mujizat itu bukanlah sebuah unsur yang ditambahkan oleh para penulis injil. Tetapi malalui itu firman diajarkan dan mungkin tanpa itu pengajaran yang ingin di sampaikan tidak berarti. Bahkan mereka sepakat Tuhan Yesus termasyur karena mujizat-mujizat yang dilakukanNya. Orang Yahudi tidak meragukan mujizatNya tetapi menyatakan bahwa Ia membuatnya dengan kuasa sihir (bd. Mat 12:24).
1. Mujizat Penyembuhan.
Mujizat penyembuhan merupakan jenis mujizat yang paling umum dilakukan oleh Tuhan Yesus. Yesus dikenal dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan memiliki kuasa atas penyakit tersebut. Bahkan Ia dikenal dapat menghidupkan orang meninggal (Mrk 1;32-34, 3:7-12, Mrk 5:35-43, Luk 7:11-16, Yoh 11:1-44). Tetapi yang menarik dari bagian ini adalah kenapa Tuhan Yesus sebegitu sering melakukan mujizat penyembuhan? Hal ini dapat kita lihat melalui panggilan Yesus sendiri yakni hadir bagi orang miskin, terpinggirkan, orang buta dan yang terpenjara. Karena mereka (orang-orang yang sakit kusta dsb) merupakan sebagian besar orang yang dikucilkan pada waktu itu sehingga Yesus menargetkan mereka. Yesus ingin membawa mereka kembali kepada status yang baru (bd. Mrk 1:40)
2. Pengusiran setan
Pengusiran kuasa roh jahat bukanlah sesuatu hal yang baru bagi orang Yahudi. Tetapi hal menarik dari pengusiran setan adalah kuasa yang digunakan di dalam pengusiran roh jahat tersebut. Ketika para pengusir setan lainnya mengunakan mantra, ramuan, cincin-cincin, dan asap, tetapi Tuhan Yesus hanya mengunakan sepatah kata (bd.Luk 8:28-33). Sangat mungkin ini merupakan suatu hal yang baru bagi orang Yahudi karena dengan wibawa dan kuasa Ia memperintahkan roh-roh jahat keluar, dan mereka taat kepadanya (Mrk 1:27).
3. Terhadap alam
Tuhan Yesus juga menunjukan kuasaNya kepada alam. Yesus memperlihatkan bagaimana Ia berkata kepada badai dan seketika itu juga badai itu surut dan Yesus dapat berjalan di atas air. Tetapi perlu kita pahami bahwa semua mujizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus bukanlah dengan sengaja untuk dipamerkan kepada orang banyak, tetapi merupakan tanggapan yang wajar dari keadaan tersebut. Merupakan reaksi sepontan terhadap sesuatu kebutuhan nyata yang Ia lihat. Bahkan kadang ia menghindar untuk melakukannya dan berkata jangan menceritakan tentangan apa yang Ia telah lakukan.
Fakta atau fiksi
Dengan demikian bagaimana pandangan kita dengan mujizat apakah fakta atau fiksi? Jawaban kita akan sangat di pengaruhi oleh pandangan kita tentang dunia. Apakah kita hanya memandang sejarah dan kehidupan sebagai rangkaian pristiwa yang terjadi sesuai dengan hukum alam atau kita terbuka sebagai sesuatu realitas yang lebih luas? Kisah tentang Yesus tidak dapat di terangkan melulu secara sekuler, tanpa unsur supra-alamiah. Karena kalau kita memersoalkan terjadinya peristiwa ini dan itu, tidak mungkin kita menjelaskan Yesus tanpa mengaku bahwa mujizat dapat dan pernah terjadi.
Di samping itu hal yang lebih penting adalah kita bertanya apa yang diajarkan atau di perlihatkan tentang Yesus di dalam misinya di dalam mujizat tersebut. Mujizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dengan kuasa Allah (Luk 11:20-22, Mrk 1:24, bd Mrk 5:7, Luk 4:41). Jadi mujizat adalah bagian dari kemenangan Allah. Orang-orang di Nain, setelah terjadi Mujizat yang spektakuler, menyatakan ‘Allah sudah datang untuk menyelematkan umatNya’ (Luk 7:16, bd 9:43, Mat 12:23). Para murid bertanya, siapakah sebenarnya orang ini ketika melihat Ia menenangkan angin ribut. Atau Petrus yang ketakutan ketika melihat jala yang penuh dengan ikan (Luk 5:8-9). Jadi dengan demikian Mujizat harus diartikan sebagai kedatangan hari kemenangan Allah dan juga bukti kedudukan istimewa Yesus sebagai Dia yang diutus Allah, Sang Mesias. Atau mengakui wibawa Yesus. Namun mujizat itu sendiri tidaklah cukup untuk mengenal siapakah Dia. Karena mujizat itu juga hanyalah sebagian dari pelayanan Yesus dan wewenang khas yang ia perlihatkan tetapi tentunya Dia jauh lebih besar dari itu. Iman yang di dasarkan mujizat saja terlalu dangkal sebagaimana berulang kali dikatakan oleh Yohanes (Yoh 2:23-25, 4:48, 6:26, 20:29), dan mungkin itu sebabnya Yesus keberatan kalau berita mujizat-Nya tersebar terlalu luas.
Penutup
Jadi siapakah Yesus? Mungkin jawaban kita akan sangat bervariasi. Tetapi satu hal yang harus kita pahami Dialah Mesias yang menjadi penebus dosa sebagai perdamaian bagi seluruh dosa umat manusia. Mengenal Yesus Sang Radikal semoga bisa menolong kita untuk menjadi seorang murid-Nya yang sejati. Yang akan diejawantahkan di dalam seluruh aspek hidup kita sebagaimana Tuhan Yesus menceritakan itu kepada kita di dalam kebenaranNya.
Sumber:
R.T France Yesus Sang Radikal (Potret manusia yang di salibkan), BPK Gunung Mulia 2004.
Bacaan:
1. Lee Strobel Pembuktian atas kebenaran Kristus (the case of Christ), Gospel Press 2002
2. Donal Guthrie Teologia Perjanjian baru 2, BPK Gunung Mulia 2001.
3. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini.
4. Tafsiran Alkitab Masa kini.
Selasa, 16 Desember 2008
Kelompok Kecil
Pendahuluan.
Visi pelayanan mahasiswa hadir untuk membentuk seorang pemimpin yang berkarakter seorang murid Kristus. Seorang murid yang bukan saja mengerti akan firman Tuhan tetapi seorang murid yang melakukan firman Tuhan di dalam hidupnya (Matius 23:1-3, Matius 6: 5-8). Pelayanan mahasiswa bukan tempat pembentukan seorang Farisi atau seorang yang tidak mengenal Tuhan. Tetapi seseorang dimana firman itu dapat hidup di dalamnya atau yang tidak hanya menghabiskan bahan.
Dalam rangka pembentukan itulah maka pelayanan mahasiswa menempatkan pemuridan yang intensif, progresif dan interkatif di dalam kelompok kecil menjadi ujung tombak pelayanan. Kelompok Kecil harus menjadi agenda utama di dalam pengerjaan visi pelayanan mahasiswa. Karena harus kita pahami bahwa pelayanan mahasiswa lahir dari kelompok kecil. Sehingga sebagai PKK kita harus mengetahui filosofi dan esensi kelompok kecil di dalam pelayanan mahasiswa.
Pembahasan
Esensi Kelompok Kecil adalah Pemuridan.
Pemuridan merupakan proses memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus (Kolose 1:28-29). Terjemahan lain untuk “kesempurnaan” adalah “dewasa.” Dari kata Yunani teleios. Dalam Septuaginta, kata ini digunakan untuk menerjemahkan kata-kata Ibrani syalem dan tamim. Keduanya menyatakan gagasan totalitas. Kata ini digunakan untuk hal “berpaut kepada Allah dengan sepenuh hati” (1 Raj 8:61; 11:4). Juga di gunakan untuk “hidup dengan tak bercela di hadapan Tuhan” (Kej 6:9; Ul 18:13). Dengan kata lain, percaya penuh kepada Allah dan taat penuh kepada firman-Nya adalah sasaran seorang murid.
Kata “dewasa” juga digunakan dalam hal yang sama seperti yang dinyatakan Rasul Paulus di dalam Kolose 4:12, “orang-orang dewasa” (Yun. teleoi) digambarkan sebagai orang yang “berdiri teguh, … dan yang berkeyakinan penuh dengan segala yang dikehendaki Allah.” Dengan kata lain, taat penuh dan percaya penuh hanya kepada kehendak Allah. Jadi, “dewasa dalam Kristus” berarti sepenuhnya mengorientasikan diri, pikiran, perasaan, dan perbuatan – pada kehendak Allah. Dan ini sesuai dengan arti kata “murid” sendiri. Dari kata Ibrani talmid atau limud dan Yunani mathetes. Artinya, bukan sekedar pelajar, tetapi pengabdi.
Jadi, pemuridan adalah proses menanamkan dan membangun orientasi diri dan hidup setiap orang percaya kepada kehendak Allah semata. Atau, proses mengisi dan memenuhkan hatinya dengan tekad Kristus sendiri: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4:34).
Visi Kelompok Kecil: Murid yang Memuridkan.
Murid yang akan memuridkan adalah visi kelompok kecil. Kelompok kecil melihat bahwa melalui satu komunitas kecil yang kuat akan melahirkan individu yang akan mewujudkan visi Allah sampai kepada visi dunia yakni semua bangsa menjadi murid-Nya (Matius 28:19-20).
Kelompok kecil meneladani yang Tuhan Yesus lakukan kepada 12 muridnya melihat luasnya pelayanan dunia ini (Matius 9:35-10:1 bd. Mark 1:17). Tuhan Yesus di dalam menyelamatkan dunia memilih 12 Rasul untuk di bentuk secara intensif selama 3 tahun. Dan 12 Rasul inilah yang akan menjadi alatnya di dalam mewartakan injil kerajaan Allah itu keseluruh dunia (bd. Kis 1:8).
Di samping itu kelompok kecil juga terbukti sangat efektif sebagai sarana untuk pembentukan seorang murid. Bahkan beberapa tahun terakhir ini banyak gereja dan lembaga pelayanan keristen mulai mengembangkan metode ini untuk pembinaan jemaat. Kita bisa melihat beberapa keunggulan kelompok kecil sebagai sarana pemuridan.
1. Materi pengajaran/Pembinaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan/tingkat pertumbuhan anggota kelompok kecil.
2. Kelompok kecil memungkinkan setiap anggota untuk aktif dalam penggalian dan diskusi.
3. Pendampingan pemimpin kelompok dengan anggota kelompok dapat dilakukan dengan intensif.
4. Suasana kelompok kecil dapat membawa setiap anggota untuk menemukan suatu komunitas untuk saling berbagi, saling memperhatikan, saling mendorong, saling menegur, dalam rangka pertumbuhan bersama dalam kebenaran.
Apa yang di kerjakan di dalam Kelompok Kecil.
Di dalam kelompok kecil harus terjadi adanya proses bimbingan, pengajaran, dan pendisiplinan yang bersifat personal, kontinual, dan progresif (Bd Yoh 15:1-8). “Tiap-tiap orang kami (senantiasa) nasihati dan tiap-tiap orang (senantiasa) kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kolose 1:28-29) “Ajari” di sini bukan cuma menjelaskan pokok-pokok kekristenan, tetapi juga melatih dan mendisiplin perilaku keseharian, sehingga selaras dengan perilaku Tuhan Yesus Kristus sebagai teladan utama. Sehingga di dalam kelompok kecil ada transfer hidup dari seorang pemimpin kelompok kecil kepada anggota kelompok kecil. Dan juga sesama anggota kelompok kecil dapat saling menguatkan dan meneguhkan untuk pertumbuhan bersama.
Kita juga dapat belajar dari jemaat mula-mula bagaimana mereka teguh dan kuat di dalam iman mereka ketika mereka tekun di dalam pengajaran rasul-rasul , berdoa, bersekutu dan bersaksi bagi sesama (Kis 2:41-47). Ke empat komponen inilah yang harus terus kita kerjakan di dalam pemuridan di dalam kelompok kecil dalam rangka pembentukan karakter seorang murid. Tuhan Yesus juga di dalam pelayanan bersama 12 Rasul melakukan hal yang sama mengajar mereka, bergaul dengan mereka, mengajari mereka berdoa, dan mengutus Para Rasul untuk bersaksi.
Tetapi di atas semuanya itu sebagai anggota kelompok kecil kita harus memahami di dalam kelompok kecil kita di bentuk dan dituntut menjadi seorang murid yang mau mengikut, menyangkal dirinya, dan memikul salibnya untuk mengikut Yesus (Luk 14: 26-27). Di bina di dalam kelompok kecil dibutuhkan sebuah komitmen dan kesetiaan untuk terus belajar bertumbuh menjadi seorang murid. Karena keberhasilan pembentukan itu sangat ditentukan bagaimana komitmen anggota kelompok kecil untuk bertumbuh di dalam kelompok kecil.
Penutup
Sebagai seorang murid maka sangat dibutuhkan ketaatan dan kesetiaan untuk mendengar suara-Nya (Yesaya 50:4). “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid”.
Sumber:
1. Sutrisna Visi Pemuridan, Litratur Perkantas Jabar 2006.
2. Agustinus Titi, Kuasa Kelompok Kecil Pemuridan , Saint Andrew’s Ministry 2007.
3. Kumpulan Makalah Kelompok Kecil, Perkantas.
Visi pelayanan mahasiswa hadir untuk membentuk seorang pemimpin yang berkarakter seorang murid Kristus. Seorang murid yang bukan saja mengerti akan firman Tuhan tetapi seorang murid yang melakukan firman Tuhan di dalam hidupnya (Matius 23:1-3, Matius 6: 5-8). Pelayanan mahasiswa bukan tempat pembentukan seorang Farisi atau seorang yang tidak mengenal Tuhan. Tetapi seseorang dimana firman itu dapat hidup di dalamnya atau yang tidak hanya menghabiskan bahan.
Dalam rangka pembentukan itulah maka pelayanan mahasiswa menempatkan pemuridan yang intensif, progresif dan interkatif di dalam kelompok kecil menjadi ujung tombak pelayanan. Kelompok Kecil harus menjadi agenda utama di dalam pengerjaan visi pelayanan mahasiswa. Karena harus kita pahami bahwa pelayanan mahasiswa lahir dari kelompok kecil. Sehingga sebagai PKK kita harus mengetahui filosofi dan esensi kelompok kecil di dalam pelayanan mahasiswa.
Pembahasan
Esensi Kelompok Kecil adalah Pemuridan.
Pemuridan merupakan proses memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus (Kolose 1:28-29). Terjemahan lain untuk “kesempurnaan” adalah “dewasa.” Dari kata Yunani teleios. Dalam Septuaginta, kata ini digunakan untuk menerjemahkan kata-kata Ibrani syalem dan tamim. Keduanya menyatakan gagasan totalitas. Kata ini digunakan untuk hal “berpaut kepada Allah dengan sepenuh hati” (1 Raj 8:61; 11:4). Juga di gunakan untuk “hidup dengan tak bercela di hadapan Tuhan” (Kej 6:9; Ul 18:13). Dengan kata lain, percaya penuh kepada Allah dan taat penuh kepada firman-Nya adalah sasaran seorang murid.
Kata “dewasa” juga digunakan dalam hal yang sama seperti yang dinyatakan Rasul Paulus di dalam Kolose 4:12, “orang-orang dewasa” (Yun. teleoi) digambarkan sebagai orang yang “berdiri teguh, … dan yang berkeyakinan penuh dengan segala yang dikehendaki Allah.” Dengan kata lain, taat penuh dan percaya penuh hanya kepada kehendak Allah. Jadi, “dewasa dalam Kristus” berarti sepenuhnya mengorientasikan diri, pikiran, perasaan, dan perbuatan – pada kehendak Allah. Dan ini sesuai dengan arti kata “murid” sendiri. Dari kata Ibrani talmid atau limud dan Yunani mathetes. Artinya, bukan sekedar pelajar, tetapi pengabdi.
Jadi, pemuridan adalah proses menanamkan dan membangun orientasi diri dan hidup setiap orang percaya kepada kehendak Allah semata. Atau, proses mengisi dan memenuhkan hatinya dengan tekad Kristus sendiri: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4:34).
Visi Kelompok Kecil: Murid yang Memuridkan.
Murid yang akan memuridkan adalah visi kelompok kecil. Kelompok kecil melihat bahwa melalui satu komunitas kecil yang kuat akan melahirkan individu yang akan mewujudkan visi Allah sampai kepada visi dunia yakni semua bangsa menjadi murid-Nya (Matius 28:19-20).
Kelompok kecil meneladani yang Tuhan Yesus lakukan kepada 12 muridnya melihat luasnya pelayanan dunia ini (Matius 9:35-10:1 bd. Mark 1:17). Tuhan Yesus di dalam menyelamatkan dunia memilih 12 Rasul untuk di bentuk secara intensif selama 3 tahun. Dan 12 Rasul inilah yang akan menjadi alatnya di dalam mewartakan injil kerajaan Allah itu keseluruh dunia (bd. Kis 1:8).
Di samping itu kelompok kecil juga terbukti sangat efektif sebagai sarana untuk pembentukan seorang murid. Bahkan beberapa tahun terakhir ini banyak gereja dan lembaga pelayanan keristen mulai mengembangkan metode ini untuk pembinaan jemaat. Kita bisa melihat beberapa keunggulan kelompok kecil sebagai sarana pemuridan.
1. Materi pengajaran/Pembinaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan/tingkat pertumbuhan anggota kelompok kecil.
2. Kelompok kecil memungkinkan setiap anggota untuk aktif dalam penggalian dan diskusi.
3. Pendampingan pemimpin kelompok dengan anggota kelompok dapat dilakukan dengan intensif.
4. Suasana kelompok kecil dapat membawa setiap anggota untuk menemukan suatu komunitas untuk saling berbagi, saling memperhatikan, saling mendorong, saling menegur, dalam rangka pertumbuhan bersama dalam kebenaran.
Apa yang di kerjakan di dalam Kelompok Kecil.
Di dalam kelompok kecil harus terjadi adanya proses bimbingan, pengajaran, dan pendisiplinan yang bersifat personal, kontinual, dan progresif (Bd Yoh 15:1-8). “Tiap-tiap orang kami (senantiasa) nasihati dan tiap-tiap orang (senantiasa) kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kolose 1:28-29) “Ajari” di sini bukan cuma menjelaskan pokok-pokok kekristenan, tetapi juga melatih dan mendisiplin perilaku keseharian, sehingga selaras dengan perilaku Tuhan Yesus Kristus sebagai teladan utama. Sehingga di dalam kelompok kecil ada transfer hidup dari seorang pemimpin kelompok kecil kepada anggota kelompok kecil. Dan juga sesama anggota kelompok kecil dapat saling menguatkan dan meneguhkan untuk pertumbuhan bersama.
Kita juga dapat belajar dari jemaat mula-mula bagaimana mereka teguh dan kuat di dalam iman mereka ketika mereka tekun di dalam pengajaran rasul-rasul , berdoa, bersekutu dan bersaksi bagi sesama (Kis 2:41-47). Ke empat komponen inilah yang harus terus kita kerjakan di dalam pemuridan di dalam kelompok kecil dalam rangka pembentukan karakter seorang murid. Tuhan Yesus juga di dalam pelayanan bersama 12 Rasul melakukan hal yang sama mengajar mereka, bergaul dengan mereka, mengajari mereka berdoa, dan mengutus Para Rasul untuk bersaksi.
Tetapi di atas semuanya itu sebagai anggota kelompok kecil kita harus memahami di dalam kelompok kecil kita di bentuk dan dituntut menjadi seorang murid yang mau mengikut, menyangkal dirinya, dan memikul salibnya untuk mengikut Yesus (Luk 14: 26-27). Di bina di dalam kelompok kecil dibutuhkan sebuah komitmen dan kesetiaan untuk terus belajar bertumbuh menjadi seorang murid. Karena keberhasilan pembentukan itu sangat ditentukan bagaimana komitmen anggota kelompok kecil untuk bertumbuh di dalam kelompok kecil.
Penutup
Sebagai seorang murid maka sangat dibutuhkan ketaatan dan kesetiaan untuk mendengar suara-Nya (Yesaya 50:4). “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid”.
Sumber:
1. Sutrisna Visi Pemuridan, Litratur Perkantas Jabar 2006.
2. Agustinus Titi, Kuasa Kelompok Kecil Pemuridan , Saint Andrew’s Ministry 2007.
3. Kumpulan Makalah Kelompok Kecil, Perkantas.
Alumni
Alumni dimanakah semangatmu??
Oleh: prasasti Perangin-angin
Dunia alumni berbeda dengan dunia mahasiswa. Ya, itu jelas berbeda. Di dunia alumni kita dituntut untuk memikirkan perut yang sejengkal ini, sedangkan di dunia mahasiswa kita dituntut memikirkan study. Di dunia alumni kita dituntut jadi super sibuk, sedangkan waktu mahasiswa masih banyak waktu untuk tidur siang, ya enggak. Sehingga tak jarang waktu untuk mimpin kelompok pun tidak “diketemukan”. Memang dunia alumni berbeda dengan dunia mahasiswa. Karena waktu mahasiswa, waktu untuk memimpin kelompok mudah ‘diketemukan’.
Perbedaan ini sangat berimbas dengan bagaimana kita melayani. Melayani di mahasiswa dan di alumni menjadi berbeda. Perhatikan sewaktu mahasiswa mengebu-gebu versus alumni yang mengelak-elak. Sewaktu mahasiswa rela berkorbanya versus alumni sudah mulai perhitungan dengan waktu memimpin kelompok kecil, menjadi pengurus atau memerhatikan pelayanan apalagi bermisi. Waktu mahasiswa integritas itu nomor siji sewaktu alumni sudah mulai berkompromi atau dengan kata lain menuju loro atau papat. Sewaktu mahasiswa terasa singkat 30 menit saat teduh versus sewaktu alumni 5 menit terasa 1 jam.
Perbedaan ini bisa kita tanggapi dan kita diskusikan. Memang saya melihat hal ini merupakan kecenderungan secara umum yang terjadi di dalam pelayanan kita saat ini. Harus kita akui juga ada beberapa alumni yang tidak berbeda sewaktu masih mahasiswa dan sesudah alumni, saya pikir itu bisa menjadi model kita berubah. Tetapi realita secara umum ini penting kita renungkan dan bertanya kepada diri kita sendiri, mengapa semangat saya sewaktu mahasiswa itu luntur? atau pertanyaan yang lebih mendasar, sekarang apa yang saya pikirkan tentang hidup bersama Tuhan?
Sewaktu mahasiswa kita sering berbicara tentang harga seorang murid di dalam melayani. Dengan semangat yang luar biasa kita sanggup mengalahkan tantangan agar kita bisa mengerjakan pelayanan yang Tuhan percayakan. Karena yang kita pahami hidup ini adalah untuk melayani Tuhan. Untuk taat kepada panggilan yang Tuhan percayakan. Karena yang lebih jauh lagi kita berpikir Tuhan yang berkuasa atau berotoritas atas seluruh hidup kita. Bagian kita jelas taat dan setia kepada panggilan itu, sampai selesai.
Tetapi sekarang kenapa ya, pemahaman itu sedikit demi sedikit, berubah di dalam hidup kita. Pikiran kita mulai dihinggapi dengan sebuah gaji yang tinggi, oleh sebuah masa depan, oleh sebuah kenyamanan. Di benak seperti berbicara “pikirkan tentang teman hidupmu, pikirkan tabunganmu, pikirkan ini dan itu”. Yang kesemunya pada satu topik pikirkan tentang dirimu. Kenapa alumni sudah mulai menghitung-hitung waktu memimpi kelompok kecil atau melayani jangan-jangan karena pikiran seperti itu yang full di dalam hidup kita. Arti panggilan untuk melayani dan hidup bagi Kristus itu di geser oleh hidup bagi diri sendiri. Coba kita evaluasi diri kita apakah kita masih bertanya, Tuhan apa yang harus aku lakukan demi VisiMu??
Justru yang terjadi adalah seorang alumi akan membela dirinya dengan berkata aku mengajar atau bekerja dengan baik itu adalah pelayanan saya saat ini. oke itu benar. Tetapi pertanyaannya, pelayanan yang bagaimana yang telah kita berikan bagi pekerjaan kita? kalau kita datang tepat waktu, mengerjakan tugas dengan baik, mengerjakan ini dan itu yang semuanya berhubungan dengan pekerjaan kita, saya berpikir bukankah orang lain juga mungkin mengerjakan itu. Tetapi jujur dulu kita apakah memang benar pembelaan kita itu? Atau kita kerja doang.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat Filipi bahwa akan banyak yang menjadi seteru salib Kristus (Fil 3:18). Menarik menggali seteru salib. Salib memang sebuah lambang yang hampir semua orang akan menghindarinya. Salib itu tidak populer bahkan dicemooh. Salib itu tidak nyaman justru mendatangkan masalah. Tetapi salib yang justru dihindari itu yang dipilih oleh Tuhan Yesus. Memang sedikit ‘gila’ mengapa Tuhan Yesus menjalani salib. Kok enggak menjalani yang lain saja ya.
Salib memang mendatangkan masalah. Karena itu harus menjadi gambaran dan panutan kepada setiap orang yang mau mengikut Dia. Yesus berkata setiap orang yang mau menjadi muridKu harus memikul salibnya. Dengan kata lain kalau tidak mau memikul salib tidak usah ikut Aku. Kira-kira demikian. Itu makanya banyak kok calon murid yang mundur menjadi murid Kristus karena harus memikul salib, menyangkal diri, atau harus melayani dan berkorban bagi sesama. Sebagai mana Kristus berkorban bagi dunia ini seperti itu juga setiap murid di tuntut berkorban bagi Dunia ini. Jelas dan tegas. Ikut Yesus tidak nyaman. Banyak tuntutannya. Banyak susahnya.
Kenapa ini yang saya ungkapkan. Karena pertanyaan kenapa berbeda jiwa melayani sewaktu mahasiswa dengan sewaktu alumni. Sangat berhubungan dengan apa yang sekarang kita pikirkan tentang hidup bersama dengan Kristus. Apakah hanya sebatas status? Atau memang seorang murid. Yesus mengajarkan tentang layanilah seorang akan yang lain. Tentang menghadirkan kerajanNya di dunia ini. Teman-teman Yesus tidak pernah menunjukan tentang hidup yang mementingkan dirinya sendiri. Tetapi hidup bagi orang lain, hidup bagi orang yang terkucilkan, hidup bagi domba yang tidak bergembala itu, hidup bagi ketaatan dan kesetiaan kepada Bapa.
Kalau demikian, bukankah seharusnya tidak ada perbedaan semangat melayani seorang mahasiswa dan alumni. Memang benar tantangan dunia alumni itu semakin berat. Tantangan hidup itu semakin kompleks. Tetapi saya pikir tetap tidak ada alasan bagi kita mencoba MPP (mundur pelan-pelan) dari panggilan hidup seorang murid Kristus.
Teman-teman, pelayanan alumni menantikan kita. Pelayanan mahasiswa mengharapkan dukungan kita. Di pelayanan gereja seharusnya nyata kehadiran kita. Di profesi kita seharusnya mulai kelihatan terang dan terasa garam itu. Hidup yang bermisi seharusnya menjadi hidup kita. Banyak hal yang harus kita kerjakan, marilah lihat itu dengan sebuah ketaatan dan kesetiaan mengerjakan panggilan yang Tuhan percayakan di dalam hidup kita. sehingga kerinduan kita semangat melayani sewaktu mahasiswa itu semakin hari akan semakin ‘mengigit’ di tengah dunia yang semakin busuk ini. Semangat terus.
Oleh: prasasti Perangin-angin
Dunia alumni berbeda dengan dunia mahasiswa. Ya, itu jelas berbeda. Di dunia alumni kita dituntut untuk memikirkan perut yang sejengkal ini, sedangkan di dunia mahasiswa kita dituntut memikirkan study. Di dunia alumni kita dituntut jadi super sibuk, sedangkan waktu mahasiswa masih banyak waktu untuk tidur siang, ya enggak. Sehingga tak jarang waktu untuk mimpin kelompok pun tidak “diketemukan”. Memang dunia alumni berbeda dengan dunia mahasiswa. Karena waktu mahasiswa, waktu untuk memimpin kelompok mudah ‘diketemukan’.
Perbedaan ini sangat berimbas dengan bagaimana kita melayani. Melayani di mahasiswa dan di alumni menjadi berbeda. Perhatikan sewaktu mahasiswa mengebu-gebu versus alumni yang mengelak-elak. Sewaktu mahasiswa rela berkorbanya versus alumni sudah mulai perhitungan dengan waktu memimpin kelompok kecil, menjadi pengurus atau memerhatikan pelayanan apalagi bermisi. Waktu mahasiswa integritas itu nomor siji sewaktu alumni sudah mulai berkompromi atau dengan kata lain menuju loro atau papat. Sewaktu mahasiswa terasa singkat 30 menit saat teduh versus sewaktu alumni 5 menit terasa 1 jam.
Perbedaan ini bisa kita tanggapi dan kita diskusikan. Memang saya melihat hal ini merupakan kecenderungan secara umum yang terjadi di dalam pelayanan kita saat ini. Harus kita akui juga ada beberapa alumni yang tidak berbeda sewaktu masih mahasiswa dan sesudah alumni, saya pikir itu bisa menjadi model kita berubah. Tetapi realita secara umum ini penting kita renungkan dan bertanya kepada diri kita sendiri, mengapa semangat saya sewaktu mahasiswa itu luntur? atau pertanyaan yang lebih mendasar, sekarang apa yang saya pikirkan tentang hidup bersama Tuhan?
Sewaktu mahasiswa kita sering berbicara tentang harga seorang murid di dalam melayani. Dengan semangat yang luar biasa kita sanggup mengalahkan tantangan agar kita bisa mengerjakan pelayanan yang Tuhan percayakan. Karena yang kita pahami hidup ini adalah untuk melayani Tuhan. Untuk taat kepada panggilan yang Tuhan percayakan. Karena yang lebih jauh lagi kita berpikir Tuhan yang berkuasa atau berotoritas atas seluruh hidup kita. Bagian kita jelas taat dan setia kepada panggilan itu, sampai selesai.
Tetapi sekarang kenapa ya, pemahaman itu sedikit demi sedikit, berubah di dalam hidup kita. Pikiran kita mulai dihinggapi dengan sebuah gaji yang tinggi, oleh sebuah masa depan, oleh sebuah kenyamanan. Di benak seperti berbicara “pikirkan tentang teman hidupmu, pikirkan tabunganmu, pikirkan ini dan itu”. Yang kesemunya pada satu topik pikirkan tentang dirimu. Kenapa alumni sudah mulai menghitung-hitung waktu memimpi kelompok kecil atau melayani jangan-jangan karena pikiran seperti itu yang full di dalam hidup kita. Arti panggilan untuk melayani dan hidup bagi Kristus itu di geser oleh hidup bagi diri sendiri. Coba kita evaluasi diri kita apakah kita masih bertanya, Tuhan apa yang harus aku lakukan demi VisiMu??
Justru yang terjadi adalah seorang alumi akan membela dirinya dengan berkata aku mengajar atau bekerja dengan baik itu adalah pelayanan saya saat ini. oke itu benar. Tetapi pertanyaannya, pelayanan yang bagaimana yang telah kita berikan bagi pekerjaan kita? kalau kita datang tepat waktu, mengerjakan tugas dengan baik, mengerjakan ini dan itu yang semuanya berhubungan dengan pekerjaan kita, saya berpikir bukankah orang lain juga mungkin mengerjakan itu. Tetapi jujur dulu kita apakah memang benar pembelaan kita itu? Atau kita kerja doang.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat Filipi bahwa akan banyak yang menjadi seteru salib Kristus (Fil 3:18). Menarik menggali seteru salib. Salib memang sebuah lambang yang hampir semua orang akan menghindarinya. Salib itu tidak populer bahkan dicemooh. Salib itu tidak nyaman justru mendatangkan masalah. Tetapi salib yang justru dihindari itu yang dipilih oleh Tuhan Yesus. Memang sedikit ‘gila’ mengapa Tuhan Yesus menjalani salib. Kok enggak menjalani yang lain saja ya.
Salib memang mendatangkan masalah. Karena itu harus menjadi gambaran dan panutan kepada setiap orang yang mau mengikut Dia. Yesus berkata setiap orang yang mau menjadi muridKu harus memikul salibnya. Dengan kata lain kalau tidak mau memikul salib tidak usah ikut Aku. Kira-kira demikian. Itu makanya banyak kok calon murid yang mundur menjadi murid Kristus karena harus memikul salib, menyangkal diri, atau harus melayani dan berkorban bagi sesama. Sebagai mana Kristus berkorban bagi dunia ini seperti itu juga setiap murid di tuntut berkorban bagi Dunia ini. Jelas dan tegas. Ikut Yesus tidak nyaman. Banyak tuntutannya. Banyak susahnya.
Kenapa ini yang saya ungkapkan. Karena pertanyaan kenapa berbeda jiwa melayani sewaktu mahasiswa dengan sewaktu alumni. Sangat berhubungan dengan apa yang sekarang kita pikirkan tentang hidup bersama dengan Kristus. Apakah hanya sebatas status? Atau memang seorang murid. Yesus mengajarkan tentang layanilah seorang akan yang lain. Tentang menghadirkan kerajanNya di dunia ini. Teman-teman Yesus tidak pernah menunjukan tentang hidup yang mementingkan dirinya sendiri. Tetapi hidup bagi orang lain, hidup bagi orang yang terkucilkan, hidup bagi domba yang tidak bergembala itu, hidup bagi ketaatan dan kesetiaan kepada Bapa.
Kalau demikian, bukankah seharusnya tidak ada perbedaan semangat melayani seorang mahasiswa dan alumni. Memang benar tantangan dunia alumni itu semakin berat. Tantangan hidup itu semakin kompleks. Tetapi saya pikir tetap tidak ada alasan bagi kita mencoba MPP (mundur pelan-pelan) dari panggilan hidup seorang murid Kristus.
Teman-teman, pelayanan alumni menantikan kita. Pelayanan mahasiswa mengharapkan dukungan kita. Di pelayanan gereja seharusnya nyata kehadiran kita. Di profesi kita seharusnya mulai kelihatan terang dan terasa garam itu. Hidup yang bermisi seharusnya menjadi hidup kita. Banyak hal yang harus kita kerjakan, marilah lihat itu dengan sebuah ketaatan dan kesetiaan mengerjakan panggilan yang Tuhan percayakan di dalam hidup kita. sehingga kerinduan kita semangat melayani sewaktu mahasiswa itu semakin hari akan semakin ‘mengigit’ di tengah dunia yang semakin busuk ini. Semangat terus.
Tulisan Tentang regenerasi
Regenerasikan Pelayananmu!
Eksposisi 2 Tim 2:2
Setiap generasi mempunyai tanggungjawabnya sendiri. Bahwa generasi sekarang akan berakhir dan digantikan dengan generasi berikutnya. Begitu seterusnya, generasi yang satu akan digantikan dengan generasi dibawahnya. Hampir semua organisasi, pelayanan atau gereja menerapkan prinsip ini. Bertujuan untuk menjaga keberlangsungan atau kontinuitas visi dari organisasi atau pelayanan tersebut.
Sehingga keberhasilan seorang pemimpin, pengajar, atau pelayan di dalam sebuah organisasi atau pelayanan tidak hanya dilihat dari bagaimana ia mengajar atau bagaimana ia memimpin atau berapa besar pelayanan yang ia kerjakan. Tetapi juga dilihat dari bagaimana ia dapat membentuk generasi dibawahnya menjadi pengantinya kelak. Meregenerasikanya. Atau dengan kata lain bagaimana ia mempersiapkan orang tertentu untuk mengerjakan apa yang selama ini ia kerjakan, atau menyampaikan apa yang selama ini ia sampaikan atau melanjutkan apa yang selama ini telah ia mulai atau mengantikan posisinya. Jadi satu hal yang penting di dalam keberlangsungan pelayanan adalah memastikan bahwa setiap generasi menangkap beban/visi dari para pendahulunya. Dan point inilah yang ingin ditularkan atau ditekankan Paulus kepada anak rohaninya Timotius.
Di latarbelakangi oleh teladan Onesiforus (1:16) dan penghianatan atau penyangkalan Filgelus dan hermogenes (1:15) Paulus membimbing/menasehati Timotius di dalam mengembalakan jemaat. Kondisi yang bertolak belakang ini menjadi sebuah pelajaran yang dapat berupa teladan tetapi juga menjadi sebuah peringatan. Teladan Onesiforus seharusnya berlanjut kepada Timotius dan para pelayanan yang akan membantu Tiomtius di dalam mengajar. Dan Kegagalan Filgelus dan Hermogenes tidak terulang dari orang-orang yang akan mengemban tanggungjawab tersebut. Tentunya ini sangat penting bagi Timotius secara pribadi sebagai seorang pengajar firman dan bagi orang yang kepadanya akan dipercayakan tanggungjawab pengajar firman.
Paulus mendorong Timotius tetap kuat (2:1). Kasih karunia di dalam Yesus Kristus yang harus menjadi sumber kekuatan Timotius di dalam mengerjakan tanggungjawabnya. Apa lagi mengingat Timotus yang masih muda yang terkadang dianggap rendah oleh orang lain (bd 1Tim 4:12). 2 Kor 1:12 Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.
Di dasari kekuatan kasih karunia, Paulus menegaskan tugas utama Timotius. Yakni bagaimana Timotius harus mempercayakan berita injil itu dengan sepenuhnya kepada orang-orang yang dapat dipercayai, dan juga cakap mengajar orang lain. Kata Percayakanlah (paratithenia) berasal dari akar kata yang sama dengan kata harta yang indah (paratheke 1:14). Apa yang harus dipercayakan itu bukanlah merupakan seuatu tugas yang sembarangan. Pesan yang harus dipercayakan itu adalah harta yang indah. Jadi, sebagaimana Paulus telah mempercayakan injil itu kepada Timotius sebaliknya demikian jugalah tanggungjawab Timotius untuk mempercayakan tugas itu selanjutnya.
Di dalam tradisi yahudi hal ini biasa dilakukan. Seorang guru akan mempersiapkan para pengikutnya untuk mengantikanya kelak. Ini juga merupakan praktika dari filosofi Yunani. Greek philosophical schools although they usually emphasized the views of the founder more then those of immediate predecessors (Bibel Background Commentary). Sehingga hampir semua guru atau pengajar mempunyai pengikut dan guru atau pengajar akan mempersiapakan para murdinya untuk mengantikanya kelak.
Pesan Paulus adalah menyakinkan Timotius bahwa berita injil yang ia sampaikan akan disampaikan dari generasi ke generasi melalui orang-orang yang tepat. Kontinuitas injil harus terjaga. Para pengajar injil pasti akan mengalami masa transisi dan itu harus diamankan dengan regenerasi yang baik. Di mana pada masa yang akan datang mungkin sekali pemberitaan injil akan menjadi sesuatu hal yang membosankan. Mungkin saja karena pengaruh tradisi yang konservatif. Hal inilah yang menjadi perhatian Paulus sehingga regenerasi itu menjadi sangat penting.
Ada dua syarat yang ditekankan Paulus. Pertama adalah orang itu adalah orang yang dapat dipercaya dan yang kedua adalah orang itu juga harus cakap mengajar (Lihat 2Tim 2:24, 1Tim 3:2, Titus 2:3). Dua syarat ini mutlak harus terpenuhi dari orang yang akan melajutkan pemberitaan injil itu. Mengingat bahwa berita yang akan dipercayakan kepada mereka adalah berita injil. Harta yang indah.
Apalagi di tengah tantangan banyaknya nabi palsu yang menyalahgunakan atau mempersempit berita injil. Jika kita lihat pada surat yang lain Paulus harus berhadapan dengan para pengajar-pengajar yang hanya mementingkan hal-hal duniawi. Hikmat yang mereka pakai juga adalah hikmat duniawi, sehingga mereka dengan rupa-rupa tipu daya mengadakan tanda dan mujizat-mujizat palsu (2 Th 2:9-13). Para pengajar itu sibuk dengan silsilah dan dongeng yang hanya untuk menyenangkan hati pendengarnya (1 Tim 1:4, 4:7, 2 Tim 4:4).
Jika kita melihat kesejajaranya dengan zaman sekarang, saya melihat kita berada pada pergumulan dan tantangan yang sama. Perhatikanlah banyaknya para pengajar yang mempersempit berita injil. Para pengajar yang hanya menjadikan pengajaran firman sebagai sebuah entertainment. Para pengajar yang hanya berorientasi menyenangkan para pendengarnya semata. Para pengajar yang sibuk dengan hal-hal yang tidak esensial. Tentunya nasihat yang sama disampaikan pada kita melalui bagian ini. Bahwa saat ini juga dibutuhkan para pengajar yang dapat dipercaya, memiliki kekuatan dari kasih karunia Tuhan yang juga memiliki kreatifitas yang cakap di dalam mengajar berita injil yang mulia itu.
Dengan demikian jika kita renungkan nasihat ini maka setiap kita bertanggungjawab untuk memerintahkan atau meregenerasikan para pengajar firman dari generasi ke generasi. Setiap generasi saya pikir memiliki tanggungjawab yang sama di dalam meregenerasikan dan diregenerasikan. Inilah printah dan tanggungjawab yang harus kita emban. Sebagai pengajar kita harus concern mempersiapakan generasi berikutnya untuk mengantikan kita. sebagai orang yang sedang di persiapakan kita juga harus melihat visi itu bahwa kita diharapkan akan melanjutkan kontinuitas injil bagi genereasi kita.
Jadi meskipun kita berada di tengah tantangan zaman dimana kebenaran itu menjadi kabur dan pengajaran yang sehat tidak di gemari. Kita bertanggungjawab untuk terus menyatakan di mana kebenaran injil menjadi sebuah kebenaran yang revoulusioner. Kebenaran yang mengubah hidup orang banyak. Berapapun harganya, apapun yang harus kita lakukan. Dalam rangaka mewujudkan pesan injil ini, semakin dibutuhkanlah seorang pengajar yang dapat dipercaya. Tetapi teguh kepada kekuatan kasih karunia Allah dan juga seorang pengajar yang cakap di dalam mengajarkan kebenaran itu.
Sebuah kesaksian ketika saya mengumuli dan memutuskan menjadi staf dalam jangka waktu yang lebih lama. Ada kesadaran akan tanggungjawab bahwa pelayanan mahasiswa membutuhkan orang-orang yang kuat di dalam pengajaran firman. Ketika saya melihat pengaruh dari staff senior di kota saya, melalui pengajaran dan pemberitaan firman yang kuat ada sebuah pengaruh terhadap kemajuan pelayanan. Sehingga daripada itu saya melihat bahwa mereka suatu saat harus digantikan juga. Bahwa generasi berikutnya juga membutuhkan para pengajar yang baik.
Sekarang, bagaimana dengan kita? Mulailah dari hal kecil. Barangkali dengan mempercayakan tanggungjawab pelayanan kampus atau sekolah kepada adik kelas kita. Atau juga dengan menyadari tanggungjawab yang lebih besar, bahwa kemajuan pelayanan perkantas saat ini akan dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Sehingga kita rindu melalui kesadaran itu, lahir sebuah usaha serius untuk belajar memperlengkapi dan mengembangkan diri dalam rangka kontinuitias pelayanan ini. (diterbitkan di majalah DIA)
Prasasti Perangin-angin
Staf Mahasiswa Perkantas Medan
Eksposisi 2 Tim 2:2
Setiap generasi mempunyai tanggungjawabnya sendiri. Bahwa generasi sekarang akan berakhir dan digantikan dengan generasi berikutnya. Begitu seterusnya, generasi yang satu akan digantikan dengan generasi dibawahnya. Hampir semua organisasi, pelayanan atau gereja menerapkan prinsip ini. Bertujuan untuk menjaga keberlangsungan atau kontinuitas visi dari organisasi atau pelayanan tersebut.
Sehingga keberhasilan seorang pemimpin, pengajar, atau pelayan di dalam sebuah organisasi atau pelayanan tidak hanya dilihat dari bagaimana ia mengajar atau bagaimana ia memimpin atau berapa besar pelayanan yang ia kerjakan. Tetapi juga dilihat dari bagaimana ia dapat membentuk generasi dibawahnya menjadi pengantinya kelak. Meregenerasikanya. Atau dengan kata lain bagaimana ia mempersiapkan orang tertentu untuk mengerjakan apa yang selama ini ia kerjakan, atau menyampaikan apa yang selama ini ia sampaikan atau melanjutkan apa yang selama ini telah ia mulai atau mengantikan posisinya. Jadi satu hal yang penting di dalam keberlangsungan pelayanan adalah memastikan bahwa setiap generasi menangkap beban/visi dari para pendahulunya. Dan point inilah yang ingin ditularkan atau ditekankan Paulus kepada anak rohaninya Timotius.
Di latarbelakangi oleh teladan Onesiforus (1:16) dan penghianatan atau penyangkalan Filgelus dan hermogenes (1:15) Paulus membimbing/menasehati Timotius di dalam mengembalakan jemaat. Kondisi yang bertolak belakang ini menjadi sebuah pelajaran yang dapat berupa teladan tetapi juga menjadi sebuah peringatan. Teladan Onesiforus seharusnya berlanjut kepada Timotius dan para pelayanan yang akan membantu Tiomtius di dalam mengajar. Dan Kegagalan Filgelus dan Hermogenes tidak terulang dari orang-orang yang akan mengemban tanggungjawab tersebut. Tentunya ini sangat penting bagi Timotius secara pribadi sebagai seorang pengajar firman dan bagi orang yang kepadanya akan dipercayakan tanggungjawab pengajar firman.
Paulus mendorong Timotius tetap kuat (2:1). Kasih karunia di dalam Yesus Kristus yang harus menjadi sumber kekuatan Timotius di dalam mengerjakan tanggungjawabnya. Apa lagi mengingat Timotus yang masih muda yang terkadang dianggap rendah oleh orang lain (bd 1Tim 4:12). 2 Kor 1:12 Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.
Di dasari kekuatan kasih karunia, Paulus menegaskan tugas utama Timotius. Yakni bagaimana Timotius harus mempercayakan berita injil itu dengan sepenuhnya kepada orang-orang yang dapat dipercayai, dan juga cakap mengajar orang lain. Kata Percayakanlah (paratithenia) berasal dari akar kata yang sama dengan kata harta yang indah (paratheke 1:14). Apa yang harus dipercayakan itu bukanlah merupakan seuatu tugas yang sembarangan. Pesan yang harus dipercayakan itu adalah harta yang indah. Jadi, sebagaimana Paulus telah mempercayakan injil itu kepada Timotius sebaliknya demikian jugalah tanggungjawab Timotius untuk mempercayakan tugas itu selanjutnya.
Di dalam tradisi yahudi hal ini biasa dilakukan. Seorang guru akan mempersiapkan para pengikutnya untuk mengantikanya kelak. Ini juga merupakan praktika dari filosofi Yunani. Greek philosophical schools although they usually emphasized the views of the founder more then those of immediate predecessors (Bibel Background Commentary). Sehingga hampir semua guru atau pengajar mempunyai pengikut dan guru atau pengajar akan mempersiapakan para murdinya untuk mengantikanya kelak.
Pesan Paulus adalah menyakinkan Timotius bahwa berita injil yang ia sampaikan akan disampaikan dari generasi ke generasi melalui orang-orang yang tepat. Kontinuitas injil harus terjaga. Para pengajar injil pasti akan mengalami masa transisi dan itu harus diamankan dengan regenerasi yang baik. Di mana pada masa yang akan datang mungkin sekali pemberitaan injil akan menjadi sesuatu hal yang membosankan. Mungkin saja karena pengaruh tradisi yang konservatif. Hal inilah yang menjadi perhatian Paulus sehingga regenerasi itu menjadi sangat penting.
Ada dua syarat yang ditekankan Paulus. Pertama adalah orang itu adalah orang yang dapat dipercaya dan yang kedua adalah orang itu juga harus cakap mengajar (Lihat 2Tim 2:24, 1Tim 3:2, Titus 2:3). Dua syarat ini mutlak harus terpenuhi dari orang yang akan melajutkan pemberitaan injil itu. Mengingat bahwa berita yang akan dipercayakan kepada mereka adalah berita injil. Harta yang indah.
Apalagi di tengah tantangan banyaknya nabi palsu yang menyalahgunakan atau mempersempit berita injil. Jika kita lihat pada surat yang lain Paulus harus berhadapan dengan para pengajar-pengajar yang hanya mementingkan hal-hal duniawi. Hikmat yang mereka pakai juga adalah hikmat duniawi, sehingga mereka dengan rupa-rupa tipu daya mengadakan tanda dan mujizat-mujizat palsu (2 Th 2:9-13). Para pengajar itu sibuk dengan silsilah dan dongeng yang hanya untuk menyenangkan hati pendengarnya (1 Tim 1:4, 4:7, 2 Tim 4:4).
Jika kita melihat kesejajaranya dengan zaman sekarang, saya melihat kita berada pada pergumulan dan tantangan yang sama. Perhatikanlah banyaknya para pengajar yang mempersempit berita injil. Para pengajar yang hanya menjadikan pengajaran firman sebagai sebuah entertainment. Para pengajar yang hanya berorientasi menyenangkan para pendengarnya semata. Para pengajar yang sibuk dengan hal-hal yang tidak esensial. Tentunya nasihat yang sama disampaikan pada kita melalui bagian ini. Bahwa saat ini juga dibutuhkan para pengajar yang dapat dipercaya, memiliki kekuatan dari kasih karunia Tuhan yang juga memiliki kreatifitas yang cakap di dalam mengajar berita injil yang mulia itu.
Dengan demikian jika kita renungkan nasihat ini maka setiap kita bertanggungjawab untuk memerintahkan atau meregenerasikan para pengajar firman dari generasi ke generasi. Setiap generasi saya pikir memiliki tanggungjawab yang sama di dalam meregenerasikan dan diregenerasikan. Inilah printah dan tanggungjawab yang harus kita emban. Sebagai pengajar kita harus concern mempersiapakan generasi berikutnya untuk mengantikan kita. sebagai orang yang sedang di persiapakan kita juga harus melihat visi itu bahwa kita diharapkan akan melanjutkan kontinuitas injil bagi genereasi kita.
Jadi meskipun kita berada di tengah tantangan zaman dimana kebenaran itu menjadi kabur dan pengajaran yang sehat tidak di gemari. Kita bertanggungjawab untuk terus menyatakan di mana kebenaran injil menjadi sebuah kebenaran yang revoulusioner. Kebenaran yang mengubah hidup orang banyak. Berapapun harganya, apapun yang harus kita lakukan. Dalam rangaka mewujudkan pesan injil ini, semakin dibutuhkanlah seorang pengajar yang dapat dipercaya. Tetapi teguh kepada kekuatan kasih karunia Allah dan juga seorang pengajar yang cakap di dalam mengajarkan kebenaran itu.
Sebuah kesaksian ketika saya mengumuli dan memutuskan menjadi staf dalam jangka waktu yang lebih lama. Ada kesadaran akan tanggungjawab bahwa pelayanan mahasiswa membutuhkan orang-orang yang kuat di dalam pengajaran firman. Ketika saya melihat pengaruh dari staff senior di kota saya, melalui pengajaran dan pemberitaan firman yang kuat ada sebuah pengaruh terhadap kemajuan pelayanan. Sehingga daripada itu saya melihat bahwa mereka suatu saat harus digantikan juga. Bahwa generasi berikutnya juga membutuhkan para pengajar yang baik.
Sekarang, bagaimana dengan kita? Mulailah dari hal kecil. Barangkali dengan mempercayakan tanggungjawab pelayanan kampus atau sekolah kepada adik kelas kita. Atau juga dengan menyadari tanggungjawab yang lebih besar, bahwa kemajuan pelayanan perkantas saat ini akan dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Sehingga kita rindu melalui kesadaran itu, lahir sebuah usaha serius untuk belajar memperlengkapi dan mengembangkan diri dalam rangka kontinuitias pelayanan ini. (diterbitkan di majalah DIA)
Prasasti Perangin-angin
Staf Mahasiswa Perkantas Medan
Langganan:
Postingan (Atom)