Artikel oleh Prasasti Perangin-angin
Semangat Kebangsaan Nehemia
Nehemia adalah seorang juru minum Raja di Puri Susan. Sebuah posisi penting di dalam sebuah kerajaan. Meskipun ia hidup di negeri buangan dan berstatus sebagai orang asing, Nehemia bisa mendapatkan posisi itu. Segala makanan dan minuman raja akan melewati dia sebelum dihidangkan kepada Raja. Jadi bisa kita katakan bahwa dihadapan Raja Artahsasta Nehemia bukanlah orang sembarangan melainkan orang kepercayaan raja.
Melalui posisi itu kita bisa melihat bahwa Nehemia berada di dalam sebuah karir yang cukup menjanjikan dan mungkin sebuah posisi yang sangat aman. Hidup sebagai orang kepercayaan raja. Karir yang mungkin terlalu tinggi untuk orang buangan seperti dia. Karir yang mungkin menjadi impian setiap orang apalagi orang Israel yang pada waktu itu berstatus sebagai negeri yang kalah dari Negeri Persia. Sebuah karir yang mungkin setiap orang pada zaman ini juga menginginkannya, yakni masa depan yang jelas, posisi yang aman, dan menjanjikan.
Tetapi meskipun demikian kita bisa melihat bahwa Nehemia tidak berpikir untuk bertahan di dalam posisi itu. Perhatikanlah ketika Nehemia bertemu dengan Hanani. Ia aktif dan berinisiatif untuk bertanya bagaimana kondisi saudara-saudaranya yang masih tinggal di Yerusalem (2) aku menanyakan kepada mereka….. Pertanyaan yang menggambarkan sebuah kerinduan hati untuk mengetahui pergumulan/beban berat yang sedang dirasakan oleh kaum sebangsanya menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang tidak melupakan saudara-saudaranya yang tertindas ditengah kesuksesannya. Melihat respon ini, jika kita membandingkan dengan orang-orang yang sukses pada zaman ini, hal itu adalah sebuah hal yang mungkin ‘aneh’. Setiap orang pada pada zaman ini umumnya dituntut untuk mementingkan dirinya sendiri.
Israel yang Nehemia rindukan hidup di dalam kesukaran besar dan di dalam keadaan tercela (3). Tembok yang adalah lambang kebesaran dan kekuatan bangsa Israel telah runtuh. Pintu-pintu gerbangnya telah terbakar (3). Israel tidak memiliki jati diri sebagai sebuah bangsa. Bahkan kekalahan itu juga melambangkan kekalahan Allah Israel oleh dewa-dewa kafir. Dengan demikian runtuhnya tembok itu adalah sebuah pukulan yang amat berat bagi Nehemia.
Lebih lanjut, betapa Nehemia mengasihi bangsanya tergambar dari respon responnya ketika mendengar berita itu. Dia menangis dan berkabung selama beberapa hari. Berdoa dan berpuasa ke hadirat Allah untuk memohon dan menyerahkan apa yang sedang dialami bangsanya. Jika kita berhenti sejenak untuk merenungkan kondisi bangsa Indonesia, bagaimana respon kita? Tentunya kita sepakat bahwa kondisi republik tercinta ini sedang ada dalam tercela dan hidup di dalam kesusahan besar. Naiknya harga BBM, Korupsi yang merajalela, kemiskinan, lumpur Lapindo, gempa, banjir…dst. Bagaimana bentuk respon kita ketika kita berkata bahwa kita sedang mengasihi Negara ini secara khusus di dalam konteks pelayanan mahasiswa. Pada umumnya orang-orang di dalam pelayanan mahasiswa berkata bahwa kita ini adalah calon pemimpin bangsa (meskipun hanya secara teori), kita ini adalah garam dan terang, bangsa ini sedang menantikan perubahan dari generasi kita…dst. Tetapi kembali, bagaimana respon kita mendengar kondisi bangsa kita? Biasa aja, cuek atau ??
Di samping Nehemia berkabung, ia meminta pimpinan Tuhan. Nehemia bertanya apa yang harus ia perbuat kepada bangsanya. Maka aku berdoa kepada Allah semesta langit (2:4). Tunduk dan diam dihadapan Allah untuk mendengar pimpinan-Nya di dalam rangka membangun kembali bangsa Israel.
Apa yang harus aku perbuat Tuhan? Kembali sejenak mencoba membandingkan Nehemia dengan kita. Adakah pertanyaan itu menjadi pertanyaan kita untuk Indonesia? Apa yang harus aku perbuat Tuhan untuk membangun kembali Indonesia yang sedang tercela ini? Ataukah dengan cuek kita berkata “..peduli amat dengan bangsa ini, yang penting masa depan saya terjamin. Sehingga kalau kita cari kerjapun yang kita kejar ialah kalau bisa lulus PNS wah syukur alhamdulilah. Karena PNS, gaji lancar, kerja tidak terlalu berat, ada asuransi, ada pensiunan dan gak mungkin di pecat. Atau cari kerja yang banyak uangnya, menabung, cari istri, menikah, punya anak, punya ini dan punya itu. Nyaman deh hidup ini… dan itu sudah lebih dari cukup. Masalah bangsa ini adalah masalah orang lain, yang jelas aku tidak korupsi kecuali jika terpaksa…” Saya berpikir jangan-jangan terbersit di pikiran kita pikiran seperti itu.
Mari kembali kepada Nehemia. Sebuah keputusan yang ‘gila’ diambil oleh Nehemia yakni meninggalkan istana raja dan pergi ke Yerusalem dan membangun kembali tembok yang telah runtuh itu. Akhirnya doa kepada Allah semesta alam itu dijawab. Ya, membangun kembali tembok Yerusalem (12). Waw..sebuah jawaban yang ‘aneh’. Membangun tembok Yerusalem kalau bisa saya katakan seperti pekerjaan menjaring angin. Mustahil. Tantangan dari musuh Israel sedang menanti mereka, apalagi bagi Nehemia kita mungkin bertanya mengapa Nehemia mau meninggalkan posisi yang cukup nyaman itu. Bahkan untuk pekerjaan membangun itu, Nehemia harus bertaruh dengan nyawanya sendiri. Tetapi sesuatu yang mustahil dan aneh itulah yang menuntun Nehemia semakin mempercayakannya kepada Allah bahwa Ia akan sanggup mengerjakannya. Bahwa di dalam rangka membangun tembok itu Allah akan bekerja melalui mereka. Nehemiah 6:16 bahwa pekerjaan itu dilaksanakan dengan bantuan Allah kami.
Kita mungkin bertanya kenapa Nehemia mau mengerjakan visi ini. Jika kita runut kebelakang maka kita bisa melihat betapa besar kasih Nehemia kepada bangsa dan Allahnya. Hati kecilnya tidak tahan melihat bangsanya tercela dan berada di dalam sebuah kesusahan besar. Ia tidak mau melihat bangsanya dipermalukan dan Allahnya dianggap remeh oleh dewa kafir bangsa yang lain. Kasih yang sedemikianlah yang menuntun Nehemia untuk meninggalkan kenyamanan kepada sebuah kesukaran. Keluar dari zona aman.
Di samping itu, hal yang menarik untuk kita telusuri ialah “..rencana yang diberikan Allahku dalam hatiku”. Adalah sebuah visi yang diperlihatkan oleh Allah kepada Dia. Visi itulah yang menjadi motor Nehemia pergi kepada bangsanya. Membangun tembok yang telah runtuh itu. Visilah yang menjadi jiwa, semangat yang memberi gairah menghadapi musuh yang mencoba menghalangi dia. Dua hal inilah yang menjadi alasan Nehemia membangun bangsanya. Kasih dan visi Allah.
Kembali kepada kita yang sudah menyaksikan keterpurukan Bangsa Indonesia saat ini. Adakah kita peduli? Saya tidak tahu apa yang kita rasakan ketika hari ke hari mendengarkan berita bahwa bangsa ini berada di dalam kesusahan besar. Jika Nehemia menangis dan menaikkan doa kepada Allah. Hal sederhana yang bisa kita lakukan adalah berpartisipasi membangun bangsa dengan kekuatan doa. Jika hal ini belum pernah terpikirkan untuk dilakukan, mungkin saatnya kita bertobat. Ya, bertobat. Cintailah bangsa ini. jangan kita hanya sibuk dengan urusan-urasan diri sendiri. Sehingga kasih itu akan menggerakkan kita untuk berdoa bahkan untuk membangun kembali bangsa Indonesia.
Di samping itu adakah kita terpanggil akan visi panggilan Allah untuk membangun Indonesia. Melalui pemikiran, karya, dan hidup di dalam setiap bidang kehidupan di bangsa ini. Bidang ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan, media…dsb. Adakah kita bertanya apa yang harus saya perbuat untuk membangun kembali Indonesia. Meninggalkan zona nyaman kita kepada sebuah zona keras. Dari mementingkan diri sendiri kepada kepentingan bangsa. Dari sikap yang cuek menuju care. Belajarlah dari semangat Nehemia membangun bangsanya. Sudah seharusnya pelayanan mahasiswa meneladani semangat kebangsaan Nehemia.
Hai mahasiswa, apakah responmu? Tidakkah kamu tergerak melihat kasih dan visi Nehemia? Mari membangun kembali semangat kebangsaan! Bangun kembali Indonesia tercinta ini! Immanuel. PRODEO ET PATRIA ( Htpp://www.prasatipoenya.blogspot.com/, E-Mail sasti_nangins@yahoo.com)
Kamis, 26 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar